Laman

Sabtu, 14 Mei 2011

STRESS


DEFINISI STRESS
Istilah stress dikemukakan oleh Hanis Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stress sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stress dapat digunakan untuk menunjukan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut. Menurut Lazzarus (1976) stress adalah suatu keadaan psikologis dan eksternal. Menurut korchin (1967) keadaan stress muncul apabaila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan integritas seseorang. Stress tidak saja kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stress adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989).

JENIS STRESS
            Holahan (1981) menyebutkan jenis stress yang dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
1.      Systemathic stress, menurut Selye (dalam holahan, 1981) systhemaihic stress adalah respon non spesifik dari tubuh terhadap bebrapa tuntutan lingkungan, menurutnya kondisi lingkungan yang menyebabkan stress misalnya racun kimia atau temperatur ekstrim, sebagai stressor.
2.      Psychological stress, terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stress sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya (Lazarus, dalam Holahan, 1981).

SUMBER STRESS
Lazzarus dan Cohen (dalam Evans, 1982) mengemukakan bahwa terdapat 3 kelompok sumber stress, yaitu:
1.      Fenomena catalismic, yaitu hal-hal atau kejadian yang tiba-tiba atau kejadian yang menyangkut banyak orang seperti bencana, perang, dan sebagainya.
2.      Kejadian-kejadian yang memerlukan penyesuaian atau coping seperti pada fenomena catalimistic, meskipun berhubungan dengan orang yang lebih sedikit seperti respon seseorang terhadap penyakit atau kematian.
3.      Daily hasles, yaitu masalah yang sering dijumpai didalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut ketidakpuasan kerja, atau masalah-masalah lingkungan seperti kesesakan atau kebisingan karena polusi.

KAITAN STRESS DENGAN LINGKUNGAN
Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (dalam Prawitasari, 1989) mengajukan dua pengandaian. Yang pertama, stress dihasilkan oleh proses dinamik ketika orang berusaha memperoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan. Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangat bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu. Cara penyesuaian atau pengatasan masing-masing individu terhadap lingkungannya juga berbagai macam.
Pengandaian kedua adalah bahwa variable transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stress psikologis yang disebabkan oleh lingkungan binaan. Misalnya perkantoran, status, anggapan tentang kontrol, pengaturan ruangan dan kualitas lain dapat menjadi variable transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stress atau tidak.
Bangunan yang tidak memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial akan merupakan sumber stress bagi penghuninya. Apabila perumahan tidak memperhatikan kenyamanan penghuni, misalnya pengaturan udara yang tidak memadai, maka penghuni tidak dapat beristirahat dan tidur dengan nyaman. Akibatnya penghuni sering kali lelah dan tidak dapat bekerja secara efektif dan ini akan mempengaruhi kesejahteraan fisik maupun mentalnya. Demikian pula apabila perumahan tidak memperhatikan kebutuhan rasa aman warga, maka hal ini akan berpengaruh negatif pula. Penghuni selalu waspada dan akan mengalami kelelahan fisik maupun mental. Hubungan antar manusia sangat penting, untuk itu perumahan juga sebaiknya memperhatikan kebutuhan tersebut.
Pembangunan perumahan yang tidak menyediakan tempat umum dimana para warga dapat berinteraksi satu sama lain akan membuat mereka sulit berhubungan satu sama lain. Atau perumahan yang tidak memperhatikan ruang pribadi masing-masing anggotanya akan dapat merupakan sumber stress bagi penghuninya (Zimring dalam Prawitasari, 1989). Fontana (1989) menyebutkan bahwa stress lingkungan berasal dari sumber yang berbeda-beda seperti tetangga yang rebut, jalan menuju bangunan tempat kerja yang mengancam nilai atau kenikmatan salah satu milik/kekayaan, dan kecemasan financial atas ketidakmampuan membayar pengeluaran-pengeluaran rumah tangga.
Stress dapat juga disebabkan karena lingkungan, seperti stress yang disebabkan oleh kepadatan dalam ruang dengan penilaian kognitif akan mengakibatkan denyut jantung bertambah tinggi dan tekanan darah menaik, sebagai reaksi reaksi stimulus yang tidak diinginkan. Dengan kondisi tersebut maka seseorang yang berusaha mengatasi situasi stress akan memasuki tahapan kelelahan kerena energinya telah banyak digunakan untuk mengatasi situasi stress. Dalam berbagai kasus, stimulus yang tidak menyenangkan tersebut muncul berkali-kali, sehingga reaksi terhadap stress menjadi berkurang dan melemah.
Proses ini secara psikologis dikatakan sebagai adapatasi. Hal ini terjadi karena sensitivitas neuropsikologis semakin melemah dan melalui penelitian kognitif situasi stress tersebut berkurang (Iskandar, 1990).
Fontana (1989) menyebutkan bahwa stress lingkungan berasal dari sumber yang berbeda-beda seperti tetangga yang ribut, jalan menuju bangunan tempat bekerja yang mengancam nilai atau kenikmatan salah satu milik/kejayaan, dan kecemasan financial atas ketidakmampuan membayar pengeluaran-pengeluaran rumah tangga.

PENGARUH STRES TERHADAP PERILAKU INDIVIDU DALAM LINGKUNGAN
Stres bisa mempengaruhi perilaku individu dalam lingkungan. Stokols (dalam Brigham, 1991) menyatakan bahwa apabila kepadatan tidak dapat diatasi, maka akan menyebabkan stress pada individu. Stress yang dialami individu dapat memberikan dampak yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menghadapi stress. Individu yang mengalami stress umumnya tidak mampu melakukan interaksi sosial dengan baik, sehingga dapat menurunkan perilaku untuk membantu orang lain (intensi prososial).
Penelitian-penelitian tentang hubungan kepadatan dan perilaku prososial di daerah perkotaan dan pedesaan telah banyak dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Milgram (1970) ditemukan bahwa orang yang tinggal di kota sedikit dalam memberikan bantuan dan informasi bagi orang yang tidak dikenal dari pada orang yang tinggal di daerah pedesaan. Begitu pula dalam mengizinkan untuk menggunakan telepon bagi orang lain yang memerlukan (Fisher, 1984).
CONTOH DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang bersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan sebagainya. Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.
Pengaruh gejala stres biasanya berupa gejala fisiologis. Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung.
Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dpat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan. Ketidakpuasan adalah efek psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stres. Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.
Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur. Ada banyak riset yang menyelidiki hubungan stres-kinerja. Pola yang paling banyak dipelajari dalam literatur stres-kinerja adalah hubungan U-terbalik. Logika yang mendasarinya adalah bahwa tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi. Pola U-terbalik ini menggambarkan reaksi terhadap stres dari waktu ke waktu dan terhadap perubahan dalam intensitas stres.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah pengguna kendaraan umum. Jakarta adalah kota yang terkenal dengan kemacetannya. Kemacetan ini sering sekali menimbulkan stress bagi orang-orang yang akan beraktivitas. Seperti pada karyawan perkantoran yang harus berdesak-desakan untuk menaiki angkutan umum agar cepat sampai dikantor. Selain harus berdesak-desakan belum lagi kemacetan lalu lintas yang pastinya akan memperlambat ia sampai dikantor. Hal ini saja sebenarnya sudah akan menimbulkan stress bagi karyawan tersebut. Selain itu jika ia sampai dikantor telat, maka ia akan mendapat teguran lagi dari atasan, hal ini juga  akan menambah tingkatan stress pada karyawan tersebut. Setelah mendapat teguran maka akan mengakibatkan karyawan tersebut menjadi tidak dapat berkonsentrasi mengerjakan pekerjaannya. Jadi dalam kasus ini penyebab stress adalah berdesak-desakan menaiki angkutan umum, kemacetan lalu lintas dan ditegur atasan karena datang terlambat.
Sumber
1.      Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : Universitas Gunadarma.v
2.      http://id.wikipedia.org/wiki/Stres

Aryanti-10508250-3PA05