Laman

Sabtu, 23 April 2011

Privasi, Ruang Personal dan Teritorialitas


A.    Privasi
Privasi merupakan tingkat interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diingkinkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986).
Beberapa definisi tentang privasi mempunyai kesamaan yang menekankan pada kemampuan seseorang dengan kelompok dalam mengontrol interaksi panca inderanya dengan pihak lain.
Rapoport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. Privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorangsecara fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka menyepi saja. Hal ini agak berbeda dengan yang dikatakan oleh Marshall (dalam Wrightman & Deaux, 1981) dan ahli-ahli lain (seperti Bates, 1964; Kira, 1966 dalam Altman, 1975) yang mengatakan privasi menunjukan adanya pilihan untuk menghindarkan diri dari keterlibatan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya.
Altman (1975), hampir sama dengan yang dikatakan Rapoport, mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Menurutnya privasi merupakan proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain.definisi ini mengandung beberapa pengertian yang lebih luas. Pertama, unit sosial yang digambarkan bisa berupa hubungan individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dan seterusnya. Kedua, penjelasan mengenai privasi sebagai proses dua arah; yaitu pengontrolan input yang masuk ke individu dari luar atau output dari individu kepihak lain. Ketiga, definisi ini menunjukan suatu control yang selektif atau suatu proses yang aktif dan dinamis.
Kemudian Altman menjelaskan beberapa fungsi privasi. Pertama, privasi adalah pengaruh dan pengontrol interksi interpersonal. Kedua, merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain. Dan ketiga, memperjelas konsep diri dan identitas diri.
Dalam hubungannya dengan orang lain, manusia memiliki refrensi tingkat privasi yang diinginkan. Ada saat-saat diman seseorang ingin beronteraksi dengan orang lain (privasi rendah) dan ada saat-saat diman ia ingin menyendiri dan ada saat-saat dimana ia ingin menyemdiri dan terpisah dengan orang lain (privasi tinggi). Untuk mencapai hal-hal itu ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku, yang digambarkan oleh altman sebagai berikut :
a.       Perilaku verbal
Perilaku ini dilakukan dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal, sejauh mana orang lain boleh berhubungan dengannya. Misalnya “Maaf, saya tidak puya waktu”
b.      Perilaku non verbal
Perilaku ini dilakukan dengan menunjukan ekspresi wajak atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang. Misalnya seseorang akan menjauh atau membentuk jarak dengan orang lain, membuang muka atau terus melihat waktu yang menandakan bahwa ia tidak ingin berinteraksi dengan orang lain, sebaliknya dengan mendekati atau bertatap muka, tertawa, menganggukan kepala member indikasi bahwa dirinya siap untuk berkomunikasi dengan orang lain.
c.       Mekanisme kultular
Budaya mempunyai berbagai macam istiadat, aturan atau norma yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui banyak orang pada budaya tertentu (Altman, 1975; Altman & Chemers dalam Dibyo Hrtono, 1986).
d.      Ruang personal
Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu. Sommer (dalam Altman, 1975) mendefinisikan bebrapa karakteristik ruang personal. Pertama, daerah batas diri yang boleh dimasuki oleh orang lain. Kedua, ruang personal itu tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi seseorang dan terletak disuatu tempat tetapi batas itu melekat pada diri dan dibawa kemana-mana. Ketiga, sama dengan privasi ruang personal adalah batas maya yang mengelilingi individu. Keempat, pelanggaran ruang personal oleh orang lain akan dirasakan sebagai ancaman sehingga daerah ini dikontrol dengan kuat.
e.       Teritorialitas
Pembentukan kawasan teritorial adalah mekanisme perilaku lain untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antara dirinya dengan orang lain maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relative tepat.
            Westin (dalam Altman, 1975); Wrightman & Deaux, 1981) membagi privasi menjadi 4 macam:
1.      Solitude, seseorang ingin menyendiri serta bebas dari pengamatan orang lain dan dalam kondisi yang ekstrim.
2.      Intimacy, keadaan seseorang yang bersama orang lain namun bebas dari pihak-pihak lain.
3.      Anonymity, keadan seseorang yang tidak menginiginkan untuk dikenal oleh pihak lain, sekalipun ia berada dalam suatu keramaian umum.
4.      Reseve, keadaan seseorang yang menggunakan pembatas psikologis untuk mengontrol gangguan yang tidak dikehendakai.
      Holahan (1982) menyatakan 6 jenis privasi, yaitu:
1.      Keinginan untuk menyendiri
2.      Keinginan untuk menjauhi pandangan atau gangguan suara tetangga atau kebisingan lalu lintas
3.      Kecenderungan untuk intim terhadap orang-orang tertentu (keluarga) tetapi jauh dari orang lain
4.      Keinginan untuk merahasiakan jati diri agar tidak dikenal orang lain
5.      Keinginan untuk tidak mengungkapkan diri terlalu banyak
6.      Keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga.
            Berdasarakan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep privasi ternyata sangat dekat dengan konsep ruang personal dan teritorialitas. Altman (1975) membuat suatu model organisasi konseptual. Altman mempertimbangkan ruang personal, teritorialitas, dan kesesakan untuk mencapai privasi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Privasi
1.      Faktor personal
Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonym dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagian besar waktunya dikota akan lebih memilih keadaan anonym dan intimacy.
2.      Faktor situasional
Beberapa hasil penelitian tentang privasi dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang didalamnya untuk menyendiri (Gifford, 1987).
Penelitian Marshall (dalam Gifford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi didalam rumah antara lain disebabkan oleh setting rumah.setting rumah disini sangat berhubungan seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak antara rumah dan banyaknya tentangga sekitar rumah. Seseorang yang mempunyai rumah yang jauh dari tetangga dan tidak dapat melihat banyak rumah lain disekitarnya dari jendela dikatakan memiliki kepuasaan akan privasi yang lebih besar.
3.      Faktor budaya
Penemuan dari beberapa penelitian dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memendang bahwa pada tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat sangat bebeda dalam cara bagaiman amereka menemukan privasi (Gifford, 1987).

Pengaruh Privasi Terhadap Perilaku
            Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interakasi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkan maka ia  akan dapat mengatur kapan ia harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
Maxine Wolfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mencatat bahwaa pengeolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, orang-orang yang terganggu privasinya akan merasakan keadaan yang tidak mengenakan.
            Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap informasi personal yang selektof, memenuhi kebutuhan individu untuk membagi kepercayaan denganorang lain. Keterbukaan membantu individu untuk menjaga jarak psikologisnya yang pas dengan orang lain dalam banyak situasi.
            Schwartz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri kedalam privasi (privasi tiinggi) dapat membantu membuat hidup ini lebih mengenakan saat harus berususan dengan orang-orang yang “sulit”, sementara hal yang senada diungkapakan oleh Wesyin bahwa saat-saat kita mendapatkan privasi seperti yang kita inginkan, kita dapat melakukan pelepasan emosi dari akumulasi tekanan hidup sehari-hari.
Selain itu, privasi juga berfungsi mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri (Altman, 1975; Sarwono, 1992; Holahan, 1982). Proses mengenal dan menilai diri ini tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila kita tidak dapat mengontrol interaksi sosial dengan orang lain, kita akan memberikan informasi yang negatif tentang kompetensi pribadi kita (Holahan, 1982) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proses deindividuasi (Sarwono, 1992).
            Menurut Westin (dalam Holahan, 1982) dengan privasi kita juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantu kita mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (personal autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.
            Dari beberapa pendapat daitas, dapat diambbul kesimpulan bahwa fungsi psikolgis dari privasi dapat dibagi menjadi, pertama memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks didalam kelompok sosial. Kedua, privasi membantu kita memantapkan identitas pribadi.

B.     Personal Space ( Ruang Personal)
            Istilah personal space pertama kali digunakan oleh katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karna istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi dan arsitektur.
            Menurut Sommer, ruang personal adalah daerah di sekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman menggambarkan ruang personal sebagai jarak daerah di sekitar individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.
Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain:
a.       Ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang dengan orang lain.
b.      Ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri.
c.       Pengaturan ruang personal mempakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi.
d.      Ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, maka dapat berakibat kecemasan, stres, dan bahkan perkelahian.
e.       Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain: berhadapan, saling membelakangi, dan searah.

C.    Teritorialitas
Teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya dengan melibatkan cirri pemilikannya atau dan pertahanan dari serangan orang lain (holahan). Menurut altman penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu territorial primer.
Dalam kaitannya dengan ruang personal, keduanya mempunyai perbedaan, seperti yang dikemukakan oleh sommer dan dewar, bahwa ruang personal dibawa kemanapun seorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah-ubah.
Elemen-elemen Teritorialitas
Lang, menilai ada empat karakter dari teritorialitas, yaitu:
a.       kepemilikan atau hak dari suatu tempat
b.      personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
c.       hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
d.      pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis               sampai kepada  kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika
Menurut Hussein el-sharkawy mengidentifikasikan empat tipe teritori yaitu:
a)      attached territory adalah gelembung ruang
b)      central territory seperti ruang kelas, ruang kerja, dimana kesemuanya itu kurang      memiliki personalisasi
c)      supporting territory adalah ruang-ruang yang bersifat semi privat dan semi public. Pada     semi privat terbentuknya ruang terjadi pada ruang duduk asrama, atau area-area            pribadi pada rumah tinggal seperti halaman depan rumah yang berfungsi sebagai            pengawasan terhadap kehadiran orang lain. Ruang-ruang semi public antara lain : salah          satu sudut ruangan dalam toko kedai minum atau jalan kecil didepan rumah . Semi             privat cenderung untuk dimiliki, sedangkan semi public tidak dimiliki oleh pemakai
d)     peripheral territory adalah ruang public, yaitu area-area yang dipakai oleh individu-            individu atau suatu kelompok tetapi tidak dapat memiliki dan menuntutnya.
Altman membagi teritorialitas menjadi tiga, yaitu: teritorial primer, teritorial sekunder dan teritorial umum.
1.      Teritorial Primer
Teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.
2.      Teritori Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengotrolan oleh perorangan, dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok atau pun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu.
3.      Teritorial Umum
Teritori ini dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada dan digunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat. Berdasarkan pemakaiannya, teritorial umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a.       Stalls : suatu tempat yang dapat disewa atau dipergunakan dalam jangka waktu tertentu, biasanya berkisar antara jangka waktu lama dan agak lama. Contohnya: ruangan kerja.
b.      Turns : mirip dengan stalls hanya berbeda dalam jangka waktu penggunaannya saja, turns dipakai dalam waktu singkat. Contohnya : antrian karcis.
c.        Use Space : teritori yang berupa ruang yang dimulai dari titik kedudukan seseorang ke titik kedudukan objek yang sedang diamati seseorang.
            Pada teritori-teritori utama, suatu keluarga memiliki peraturan-peraturan territorial yang memfasilitasi berfungsinya rumah tangga. Hal ini mendukung organisasi social keluarga dengan cara memperbolehkan perilaku-perilaku tertentu dilakukan oleh beberapa anggotanya, pada daerah-daerah tertentu misalnya teritorialitas dalam kehidupan berkeluarga, ditemukan bahwa orang-orang yang berbagi kamar tidur menunjukan perilaku territorial, seperti halnya individu-individu dimeja makan (misalnya: dengan adanya pola tempat duduk).
            Sedangkan perilaku teritorian dalam kelompok tidak terbatas pada teritori utama saja. Lipman menemukan bahwa rumah peristirahatan membuat klaim yang hamper ekslusif atas kursi-kursi tertentu dalam ruang sehari-hari. Mereka mempertahankan teritori mereka maskipun akan mengakibatkan ketidaknyamanan fisik dan psikologis.
            Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teritori adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya dengan melibatkan cirri pemilikannya atau dan pertahanan dari serangan orang lain. Dan teritori mempunyai berbagai elemen-elemen pendukung.
           
Hubungan Antara Privasi, Ruang Personal dan Teritorialitas dengan lingkungan
Hubungan antara privasi, ruang personal dan teritorialitas dengan lingkungan sangatlah erat. Manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan memerlukan suatu privasi yang tidak dapat di ganggu oleh orang lain, dimana terkadang manusia ingin menyendiri dan terlepas dari keremununan yang membuat ia sesak dan menciptakan suatu privasi yang akan membuat ia merasa nyaman. Jika privasi seseorang diganggu oleh orang lain akan menimbulkan sesuatu yang tidak mengenakkan. Selain privasi manusia juga memilki suatu ruang personal dalam berhubungan dengan lingkungannya. Ruang personal ini digunakan untuk membatasi orang lain dalam kehidupan pribadinya, manusia terkadang ingin menikmati privasi yang mereka miliki dengan cara memberikan batas-batas kepada orang lain untuk mengetahui dirinya, jika batas-batas itu dilanggar oleh orang lain maka akan menimbulkan kecemasan dan rasa tidak nyaman. Yang terakhir adalah teritorialitas dengan hubungan manusia dengan lingkungan. Manusia juga memilki suatu area pribadi yang tidak ingin diganggu oleh orang lain, karena disan ia bebas mengekspresikan dirinya yang tidak ingin diketahui oleh orang lain, ia merasa mempunyai kebebasan tanpa diusik oleh orang lain. Perilaku teritorialitas manusia dalam hubungan dengan lingkungan dapat dikenal antara lain pada penggunaan elemen-elemen fisik untuk menandai demarkasi teritori yang dimiliki seseorang, misalnya pagar halaman. Teritorialitas ini terbagi sesuai dengan sifatnya yaitu mulai dari privat sampai dengan public. Ketidak jelasan pemilihan territorial akan menimbulkan gangguan terhadap perilaku.

Sumber:
Prabowo Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Jakarta: Gunadarma