Laman

Minggu, 28 Maret 2010

SPEECH DELAY

Keterlambatan bicara adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah.
KRITERIA DIAGNOSTIK GANGGUAN SPEECH DELAY
Untuk mengetahui apakah anak mengalami ganggua keterlambatan bicara atau tidak, perlu dilakukan observasi yang menyangkut beberapa pertanyaan berikut, apakah anak sudah dapat melakukan hal-hal berikut:
A. Mengucapkan perulangan suku kata antara umur 12 – 15 bulan.
B. Mengerti kata-kata sederhana (seperti “tidak”) setelah umur 18 bulan.
C. Berbicara dengan kalimat pendek setelah mencapai umur sekitar 3 tahun.
D. Bercerita dengan cerita sederhana saat berumur 4 – 5 tahun.
E. Atau dengan melakukan perbandingan dengan tahapan perkembangan bahasa pada anak normal.

PENYEBAB GANGGUAN SPEECH DELAY
A. Retardasi mental.
B. Gangguan pendengaran.
C. Gangguan bicara karena kelainan orang bicara. Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis atau cleft palate).
D. Gangguan berbahasa sentral. Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggunakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.
E. Deprivasi (tidak mendapat rangsangan yang baik dari lingkungan).
F. Bilingual (penggunaan dua bahasa dalam keluarga).
G. Keterlambatan fungsional. Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak hanya mengalami gangguan dalam fungsi ekspresif: Cirikhasnya adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis lain.
H. Mutisme selektif. Biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi. Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan gangguan komunikasi sentral dengan intelegensi yang normal atau sedikit rendah.
I. Celebral Palsy.
J. Autisme.

Sumber :
Gulo Dali. 1982. Kamus Psikologi. Bandung:Tonis.
Kaplan Harold & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri jilid-2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Olson, James. 2003, Farmakologi, terjemahan oleh: Linda Chandranata, Jakarta:Education.
Simposium Sehari. 1997. Gangguan Perkembangan Pada Anak. Jakarta:Yayasan Autisma Indonesia.

SKALA ASPERGER (By M.S. Garnett and A.J. Attwood)

Kuesioner berikut ini di dibuat untuk mengidentifikasi perilaku dan kemampuan dari Asperger Sindrom pada anak-anak usia sekolah dasar yang merupakan saat dimana pola perilaku dan kemampuan mereka dapat dengan jelas dapat diamati. Masing-masing pertanyaan berikut memiliki peringkat skor dimulai dari angka nol (0) atau sama dengan tingkat rata-rata dari anak normal: 0 =jarang (jrg), 6 = sering.

Kuesioner:
KEMAMPUAN SOSIAL DAN EMOSIONAL
1. Apakah anak tersebut kurang memiliki pemahaman mengenai bagaimana cara bermain dengan anak lain? Contohnya, tidak menyadari akan adanya aturan permainan yang tak tertulis? |0|1|2|3|4|5|6|
2. Jikalau sedang bebas bermain dengan anak lain, saat makan siang di sekolah, apakah anak tersebut menolak melakukan kontak sosial dengan anak lain? Misalnya, ia lebih suka memilih tempat yang sunyi atau pergi ke ruang perpustakaan?
|0|1|2|3|4|5|6|

3. Apakah anak tersebut tampaknya tidak menyadari akan kebiasaan sosial atau tata cara bertingkah laku lalu melakukan tindakan dan memberikan komentar-komentar yang tidak pada tempatnya? Contohnya, dia melontarkan suatu komentar pribadi kepada seseorang, sedangkan dia sendiri tampaknya tidak sadar bahwa ucapannya itu akan membuat orang lain marah?
|0|1|2|3|4|5|6|
4. Apakah anak tersebut biasanya mengharapkan orang lain mengerti perasaan-perasaan, pengalaman dan pendapat-pendapat mereka? Misalnya dia, tidak menyadari bahwa kita tidak dapat mengetahui hal tersebut karena pada saat itu kita tidak berada disamping dia?.
|0|1|2|3|4|5|6|
5. Apakah anak tersebut perlu selalu diyakinkan kembali, terutama ketika ada perubahan atau jika terjadi sesuatu kesalahan? |0|1|2|3|4|5|6|
6. Apakah anak tersebut tidak dapat mengekpresikan pengalaman-pengalaman emosionalnya? Contohnya, anak tersebut memberikan reaksi tertekan atau mengasihi yang tidak sesuai dengan suatu situasi/keadaan ?
|0|1|2|3|4|5|6|
7. Apakah anak tersebut kurang memiliki kemampuan dalam mengexpresikan emosinya?
|0|1|2|3|4|5|6|
8. Apakah anak tersebut tidak berminat untuk ikut serta dalam pertandingan olah raga, permainan dan aktivitas lainnya?. Angka nol (0) berarti anak tersebut menyukai pertandingan olah raga.
|0|1|2|3|4|5|6|
9. Apakah anak tersebut berbeda terhadap trend anak sekarang atau tekanan teman? Angka nol (0) berarti bahwa anak tersebut tergila gila trend. Contohnya, anak tidak menuruti trend mutakhir dalam memilih mainan atau baju-baju?
|0|1|2|3|4|5|6|

KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI
1. Apakah anak tersebut kurang menerima secara harafiah suatu penjelasan dari suatu kritik? Misalnya ia menjadi bingung mengartikan idiom seperti 'pull your socks up - berusahalah', atau 'looks can kill - pandangan yang mematikan' atau 'hop on the scales - melompat lebih tinggi' ?
|0|1|2|3|4|5|6|
2. Apakah anak tersebut memiliki nada suara yang tidak biasa? Misalnya, anak tersebut memiliki tekanan suara yang terdengar asing di telinga atau suaranya membosankan, atau tidak ada tekanan pada kata-kata kunci/utama?
|0|1|2|3|4|5|6|
3. Pada saat berbicara apakah anak tersebut cenderung jarang memandang lawan bicaranya sebagaimana kita harapkan? |0|1|2|3|4|5|6|
4. Apakah anak tersebut berbicara terlalu teliti atau memperlihatkan pengetahuannya, misalnya cara berbicaranya terlalu formal atau mirip kamus berjalan?
|0|1|2|3|4|5|6|
5. Apakah anak tersebut punya masalah dalam memperbaiki suatu percakapan? Contohnya jika kebingungan mereka (perempuan atau laki-laki) tidak meminta penjelasan namun hanya beralih pada suatu topik yang mereka kenal atau perlu waktu lama untuk mencari jawabannya.
|0|1|2|3|4|5|6|

KEMAMPUAN PENGENALAN/KOGNITIF
1. Apakah anak tersebut membaca buku khusus untuk mencari informasi, dan tidak tertarik pada bacaan fiksi? Misalnya anak tersebut gemar membaca buku ensiklopedi atau buku ilmu pengetahuan, namun tidak senang dengan buku cerita tentang petualangan.
|0|1|2|3|4|5|6|
2. Apakah anak tersebut memiliki daya ingat yang kuat mengenai sesuatu kejadian atau fakta? Misalnya mampu mengingat nomor plat mobil milik tetangga yang dilihatnya beberapa tahun lalu, atau dengan mudah dapat mengingat kembali suatu kejadian beberapa tahun yang lalu.
|0|1|2|3|4|5|6|
3. Apakah anak tersebut kurang memiliki imajinasi sosial, misalnya tidak mengikut sertakan anak-anak lain dalam permainan imajinasinya atau dia menjadi bingung ketika ikut serta dalam permainan berpura-pura dengan anak lain.
|0|1|2|3|4|5|6|

MINAT KHUSUS
1. Apakah anak tersebut merasa kagum pada suatu topik khusus dan kemudian gemar mengumpulkan informasi atau statistik mengenai topik tersebut? Misalnya anak tersebut berubah menjadi ensiklopedi berjalan, punya pengetahuan mengenai kendaraan, peta-peta ataupun table liga sepak bola.
|0|1|2|3|4|5|6|
2. Apakah anak tersebut menjadi marah atau kecewa berlebihan karena adanya suatu perubahan dari keadaan biasanya, atau terjadi perubahan di luar harapannya? Misalnya: dia kesal jika pergi ke sekolah melewati rute perjalanan yang lain dari biasanya.
|0|1|2|3|4|5|6|
3. Apakah anak tersebut mengerjakan (mengembangkan) suatu rutinitas atau ritual yang harus diselesaikan? Umpamanya menempatkan mainannya dengan sejajar sebelum pergi tidur.
|0|1|2|3|4|5|6|



KELINCAHAN DALAM BERGERAK
1. Apakah anak tersebut memiliki koordinasi motorik yang lemah? Misalnya kurang cepat menangkap bola.
|0|1|2|3|4|5|6|
2. Apakah anak tersebut berlari dengan cara yang aneh?
|0|1|2|3|4|5|6|

KARAKTER / SIFAT LAIN
Untuk bagian ini, beri tanda silang jika anak menunjukkan tanda-tanda yang dapat memperlihatkan sifat mereka seperti dibawah ini:
a. Rasa takut yang tidak biasa karena:
o Bunyi yang wajar, misalnya ala-alat elektronik. [_]
o Sentuhan lembut dikulit atau kepala, [_]
o Menggunakan aksesori atau benda tertentu dalam berpakaian, [_]
o Suara berisik yang tiba-tiba,[_]
o Melihat sesuatu obyek/barang, [_]
o Kebisingan, berada di suatu tempat yang bising misalnya supermarket [_]
b. Cenderung menepuk-nepuk atau bergoncang-goncang bila sedang dilanda kegembiraan atau suatu kekesalan[_]
c. Kurang sensitif terhadap rasa sakit yang tidak terlalu parah. [_]
d. Lamban dalam menjawab pertanyaan [_]
e. Memperlihatkan mimik wajah yang aneh/lucu [_]


Attwood Tony. 2005. Sindrom Asperger. Jakarta:Serambi.

William Chris & Barry Wright. 2004. How to Live With Autism and Asperger Syndrome. Jakarta:Dian Rakyat.

PENGERTIAN SINDROM ASPERGER

Sindrom Asperger pertama kali dijelaskan oleh seorang pediatri (ahli kesehatan anak) dari Wina, Hans Asperger. Dalam tesis doktoral yang dipublikasikan pada 1944, Hans Asperger menggambarkan empat anak laki-laki yang tidak memiliki kemampuan berinteraksi, linguistik, dan kognitif. Ia menggunakan istilah “Psikopati Autistik” untuk menjelaskan gejala ini. Baik Leo Kanner maupun Hans Asperger menggambarkan anak-anak tersebut sebagai orang yang memiliki interaksi sosial yang sangat minim, kegagalan berkomunikasi, dan perkembangan pada minat-minat khusus. Leo Kanner menggambarkan anak-anak dengan ekspresi Autism yang lebih para, sementara Hans Asperger menjelaskan anak-anak yang lebih memiliki kecakapan. Adapun kriteria diagnostik gangguan Asperger menurut DSM-IV adalah sebagai berikut:
A. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya dua dari berikut:
1) Gangguan jelas dalam penggunaan perilaku non verbal multipel seperti tatapan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak-gerik untuk mengatur interaksi sosial.
2) Gagal untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sesuai menurut tingkan perkembangan.
3) Gangguan jelas dalam ekspresi kesenangan dalam kegembiraan orang lain.
4) Tidak ada timbal balik sosial atau emosional.
B. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang, dan stereotipik, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya satu dari berikut:
1) Preokupasi dengan satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan terbatas, yang abnormal baik dalam intensitas maupun fokusnya.
2) Ketaatan yang tampaknya tidak fleksibel terhadap rutinitas atau ritual yang spesifik dan non fungsional.
3) Manerisme motorik stereotipik dan berulang (misalnya, menjentikkan atau memuntirkan tangan atau jari, atau gerakan kompleks seluruh tubuh).
4) Preokupasi persisten dengan bagian-bagian benda.
C. Gangguan menyebabkan ganggguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Tidak terdapat keterlambatan menyeluruh yang bermakna secara klinis dalam bahasa (misalnya, menggunakan kata tunggal pada usia 2 tahun, frasa komunkatif digunakan pada usia 3 tahun).
E. Tidak terdapat keterlambatan yang bermakna secara klinis dalam perkembangan kognitif atau dalam perkembangan keterampilan menolong diri sendiri dan perilaku adaptif yang sesuai dengan usia (selain dalam interaksi sosial), dan keinginan tahuan tentang lingkungan pada masa anak-anak.


SUMBER :.

Attwood Tony. 2005. Sindrom Asperger. Jakarta:Serambi.

William Chris & Barry Wright. 2004. How to Live With Autism and Asperger Syndrome. Jakarta:Dian Rakyat.

ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders)

Gangguan ini ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan anak lain yang seusia, Biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi.
POLA PERHATIAN
A. Over Exklusif: anak hanya fokus pada suatu yang menarik perhatiannya tanpa mempedulikan hal lain secara ekstrim (Autism).
B. Perhatian mudah teralihkan & hanya mampu bertahan beberapa saat saja oleh suatu rangsangan lain yang mungkin tidak adekuat (ADHD).
C. Hiperaktifitas: suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkat tertentu ya menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada dua tempat dan suasana yg berbeda.

PREVALENSI KEJADIAN
A. Sekitar 3 – 10 %, di Amerika sekitar 3 – 7 % sedang di Jerman, Canada & Selandia Baru sekitar 5 – 10 %.
B. Di Indonesia angka kejadiannya masih belum pasti.
C. Prevalensi kejadian pada anak usia sekolah 3 – 5 % (DSM IV).
D. Secara epidemologis perbandingan antara anak laki-laki & perempuan adalah 4:1

FAKTOR PENYEBAB
A. Faktor genetik.
B. Adanya disfungsi sirkuit neuron diotak yang dipengaruhi dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan & sebagai kontrol aktivitas diri.
C. Kerusakan jaringan otak (brain demage).
D. Kerusakan susunan syaraf pusat.

GANGGUAN YANG MENYERTAI
A. Gangguan belajar.
B. Depresi.
C. Kecemasan.
D. Kepribadian anti sosial.
E. Perilaku obsesif – kompulsif.



Sumber :

Gulo Dali. 1982. Kamus Psikologi. Bandung:Tonis.
Kaplan Harold & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri jilid-2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Olson, James. 2003, Farmakologi, terjemahan oleh: Linda Chandranata, Jakarta:Education.
Simposium Sehari. 1997. Gangguan Perkembangan Pada Anak. Jakarta:Yayasan Autisma Indonesia.

CELEBRAL PALSY (WILLIAM LITTLE 1960)

Celebral Palsy atau CP adalah penyakit yg mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh karena terjadi perkembangan yg salah atau adanya kerusakan pada area motorik otak sehingga mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur. Ditemukan oleh william little (1860) untuk menjelaskan kesulitan anak dalam memegang objek, merangkak dan berjalan pada beberapa tahun pertama. Kondisi tersebut dulu disebut little deseases yg sekarang dikenal dengan spastic diplegia. Merupakan salah satu penyakit yang mengenai pengendalian pergerakan dan masuk dalam terminologi cerebral palsy (CP). Prevalensi kejadiannya adalah 1.2 – 2.5 per 1000 anak usia dini , sedang khusus untuk CP Kongenital derajad sedang – berat mencapai 1,2 per 1000 anak usia 3 tahun.

GEJALA-GEJALA GANGGUAN CP
A. Kesulitan Motorik Halus Ex. Menulis, Menggunting, keseimbangan dan berjalan, atau.
B. Gerakan involunter Ex. Sulit mengontrol gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur.
C. CP berat menyebabkan tidak dapat berjalan.
D. Penderita CP juga sering menderita penyakit lain, missal: Kejang dan Retardasi mental.

KLASIFIKASI CP
A. CP SPASTIK (70-80 %): Otot mengalami kekakuan & secara permanen akan menjadi kontraktur (monoplegi, diplegia, triplegia, Quadriplegia, Hemiplegia).
B. CP ATETOIT: Gerakan menulis tidak terkontrol, menyeringai, selalu mengeluarkan air liur.
C. CP ATAKSIT (5-10 % CP): Menunjukkan koordinasi yang buruk, missal: Berjalan tidak seimbang, kesulitan melakukan gerakan cepat.
D. CP CAMPURAN

GANGGUAN YANG MENYERTAI
A. Gangguan Mental (1/3 dengan gangguan ringan, 1/3 dengan gangguan berat&sedang, 1/3 normal).
B. Kejang.
C. Gangguan pertumbuhan.
D. Gangguan penglihatan & pendengaran.
E. Gangguan pada sensai & persepsi


SUMBER :

Gulo Dali. 1982. Kamus Psikologi. Bandung:Tonis.
Kaplan Harold & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri jilid-2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Olson, James. 2003, Farmakologi, terjemahan oleh: Linda Chandranata, Jakarta:Education.
Simposium Sehari. 1997. Gangguan Perkembangan Pada Anak. Jakarta:Yayasan Autisma Indonesia.

TERAPI PADA AUTISME

Penanganan atau intervensi terapi pada penyandang autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4-8 jam sehari. Selain itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasidengan anak. Penanganan penyandang autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikologneurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik. Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain:
A. Terapi medikamentosa. Obat-obatan yang sering dipakai di Indonesia adalah:
1. Vitamin (Efek samping: Hiperaktivitas, marah-marah, agresif, sulit tidur dan lain sebagainya).
2. Obat-obatan untuk memperbaiki keseimbangan neorutransmitter serotonin dan dopamin (Efek samping: Ngiler,ngantuk, kaku otot).
B. Terapi Wicara
C. Terapi Perilaku
D. Terapi Okupasi
E. Terapi Edukatif atau Pendidikan Khusus.

SUMBER :
Ginanjar Adriana S. 2007. Disertasi. Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik. Jakarta:Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hadis Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung:Alfabeta.
Maulana Mirza. 2007. Anak Autis. Yogyakarta:Kata Hati.
Safira Triantoro. 2005. Autisme: Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua, Jakarta:Garaha.
Simposium Sehari. 1997. Gangguan Perkembangan Pada Anak. Jakarta:Yayasan Autisma Indonesia
Tracy Vail dan Denise Freeman. 2006. Makalah. Verbal Behaviour Training Manual. The Mariposa School for Autistic Children, North Carolina.
Yayasan Autisma Indonesia. 1998. Pelatihan Tata Laksana Perilaku Pada Penyandang Autisme Masa Kanak. Jakarta.
Yusuf Elvi Andriani. 2007. Materi Perkuliahan Fakultas Psikologi. Autisme Masa Kanak. Sumatera

Penanganan dan gangguan yang menyertai Autisme

Autisme adalah gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not curable), namun bisa diterapi (treatable). Maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya bisa berbaur dengan anakanak lain secara normal. (Wenar, 1994)
Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
A. Berat ringannya gejala atau berat ringannya kelainan otak.
B. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
C. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
D. Bicara dan bahasa, 20 % penyandang autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda. Mereka dengan kemampuan bicara yang baik mempunyai prognosis yang lebih baik.
E. Terapi yang intensif dan terpadu.

BEBERAPA GANGGUAN YANG MENYERTAI AUTIS
A. Gangguan sulit tidur dan makan.
B. Gangguan afek dan mood.
C. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
D. Gangguan kejang (10 – 25 %).
E. Kondisi fisik yang khas (anak autis 2 -7 tahun lebih pendek dibanding anak seusianya).

PENGGOLONGAN AUTISME
A. Autism (autisme masa anak-anak).
B. Autisme atipikal atau Pervasive Develompmental Disorder-Not Otherwise Specified atau PDD-NOS (Diagnosis ini dibuat jika anak tidak memenuhi semua kriteria untuk diagnosis autis dan asperger, tapi ada kecacatan parah dan menetap di area yang dipengaruhi ASD.
C. High Functioning Autism (Autisme dengan IQ tinggi).
D. Low Functioning Autism (Autisme dengan IQ rendah).

SUMBER :
Ginanjar Adriana S. 2007. Disertasi. Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik. Jakarta:Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hadis Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung:Alfabeta.
Maulana Mirza. 2007. Anak Autis. Yogyakarta:Kata Hati.
Safira Triantoro. 2005. Autisme: Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua, Jakarta:Garaha.
Simposium Sehari. 1997. Gangguan Perkembangan Pada Anak. Jakarta:Yayasan Autisma Indonesia
Tracy Vail dan Denise Freeman. 2006. Makalah. Verbal Behaviour Training Manual. The Mariposa School for Autistic Children, North Carolina.
Yayasan Autisma Indonesia. 1998. Pelatihan Tata Laksana Perilaku Pada Penyandang Autisme Masa Kanak. Jakarta.
Yusuf Elvi Andriani. 2007. Materi Perkuliahan Fakultas Psikologi. Autisme Masa Kanak. Sumatera

KRITERIA DIAGNOSTIK PADA AUTISME

Autistik (Autistic Disorder) berbeda dengan gangguan Rett (Rett’s Disorder), gangguan disintegatif masa anak (Childhood Disintegrative Disorder) dan gangguan Asperger (Asperger’s Disorder). Secara detail, menurut DSM IV, kriteria gangguan autistik adalah sebagai berikut:
A. Harus ada total 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3):
1. Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam sedikitnya 2 dari beberapa gejala berikut ini:
a. Kelemahan dalam penggunaan perilaku non-verbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi sosial.
b. Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c. Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang lain.
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
2. Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini:
a. Perkembangan bahasa lisan (bicara) terlambat atau sama sekali tidak berkembang dan anak tidak mencari jalan untuk berkomunikasi secara non-verbal.
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulang-ulang.
d. Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play) atau permainan imitasi sosial lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya.
3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini:
a. Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan fokus dan intensitas yang abnormal atau berlebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas
c. Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
d. Sikap tertarik yang sangat kuat atau preokupasi dengan bagian-bagian tertentu dari obyek.
B. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada salah satu bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan imajinatif.
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak.

SUMBER :
Budiman Melly. 1998. Makalah Simposium. Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu pada Autisme. Surabaya
Ginanjar Adriana S. 2007. Disertasi. Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik. Jakarta:Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hadis Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung:Alfabeta
Maulana Mirza. 2007. Anak Autis. Yogyakarta:Kata Hati.
Safira Triantoro. 2005. Autisme: Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua, Jakarta:Garaha Ilmu.
Tracy Vail dan Denise Freeman. 2006. Makalah. Verbal Behaviour Training Manual. The Mariposa School for Autistic Children, North Carolina.
Yayasan Autisma Indonesia. 1998. Pelatihan Tata Laksana Perilaku Pada Penyandang Autisme Masa Kanak. Jakarta.
Yusuf Elvi Andriani. 2007. Materi Perkuliahan Fakultas Psikologi. Autisme Masa Kanak. Sumatera.

Gejala dan Penyebab Autisme

Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Chris Williams dan Barry Wright (2007) mengemukakan beberapa simptom autistik yang mungkin sudah muncul diusia 18 bulan, seperti:
A. Tidak melakukan kontak mata.
B. Tidak merespon segera jika dipanggil nama.
C. Tampak berada “didunianya sendiri”.
D. Mengalami hambatan perkembangan bahasa.
E. Kehilangan kemampuan berbahasa.
F. Tidak menggunakan sikap tubuh.
G. Memegang tangan orang dewasa dan menaruhnya pada sesuatu yang ingin dia buka.
H. Tidak memahami sikap tubuh orang lain.
I. Tidak bermain pura-pura.
J. Lebih tertarik pada bagian-bagian permainan.
K. Menghabiskan banyak waktu untuk membariskan benda-benda.
L. Dan melakukan gerakan-gerakan tidak umum (ex. Jalan jinjit).
M. Memaksa membawa dua benda, satu disetiap tangan, seringkali dengan bentuk dan warna sama.
Mengingat di Indonesia belum ada suatu alat tes yang baku untuk mengetahui gangguan pada anak, maka untuk tujuan tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan perkembangan anak dengan indikator perkembangan yang normal. Dibawah ini disajikan tabel perkembangan motorik dan perkembangan bahasa pada anak normal.

Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu:
A. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat bicara, mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri yang tidak dapat dimengerti, echolalia, sering meniru dan mengulang kata tanpa dimengerti maknanya, dan seterusnya.
B. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindari kontak mata, tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri, dan seterusnya.
C. Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perilaku yang berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti impulsif, hiperaktif, repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang sama dan monoton .Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti gambar, karet, boneka dan lain-lain yang dibawanya kemana-mana.
D. Gangguan pada bidang perasaan atau emosi, seperti kurangnya empati, simpati, dan toleransi; kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa sebab yang nyata dan sering mengamuk tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
E. Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit mainan atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga, tidak menyukai rabaan dan pelukan, dan sebagainya.
Gejala-gejala tersebut di atas tidak harus ada semuanya pada setiap anak autisme, tergantung dari berat-ringannya gangguan yang diderita anak.

PENYEBAB AUTISME
Sampai dengan saat ini belum ada ketentuan yang pasti tentang penyebab gangguan autism ini, ada beberapa anggapan sebagai berikut:
A. Teori Psikoanalitik (efrigerator mother). Menurut teori ini, Autism disebabkan pengasuhan ibu yang tidak hangat (Bruno Bettelheim).
B. Teori berpandangn kognitif (Theory of Mind). Menurut teori ini, Autis disebabkan ketidak mampuan membaca pikiran orang lain “mindblindness” (Baron-Ohen, Alan Leslie).
C. Autisme sebagai gejala neurologis atau gangguan Neuro-Anatomi dan Bio-Kimiawi Otak. Menurut penelitian yang ada, 43% dari penyandang autism mempunyai kelainan yang khas didalam lobus parientalisnya (menyebabkan keterbatasan perhatian terhadap lingkungan), menurut Eric Courchesne dari Department of Neurososciences, School of Medicine, University of California, SanDiego, para penyandang autisme memiliki cerebellum yang lebih kecil (bertanggung jawab terhadap proses sensori, daya ingat, berpikir, bahasa, dan perhatian).
D. Teori Biologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh Faktor genetik.
E. Teori Imunologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh infeksi virus.

SUMBER :
Ginanjar Adriana S. 2007. Disertasi. Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik. Jakarta:Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hadis Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung:Alfabeta.
Maulana Mirza. 2007. Anak Autis. Yogyakarta:Kata Hati.
Safira Triantoro. 2005. Autisme: Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua, Jakarta:Garaha.
Simposium Sehari. 1997. Gangguan Perkembangan Pada Anak. Jakarta:Yayasan Autisma Indonesia
Tracy Vail dan Denise Freeman. 2006. Makalah. Verbal Behaviour Training Manual. The Mariposa School for Autistic Children, North Carolina.
Yayasan Autisma Indonesia. 1998. Pelatihan Tata Laksana Perilaku Pada Penyandang Autisme Masa Kanak. Jakarta.
Yusuf Elvi Andriani. 2007. Materi Perkuliahan Fakultas Psikologi. Autisme Masa Kanak. Sumatera

Pengertian Autisme

Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri. Dulu anak-anak yang mengalami gangguan ini telah dideskripsikan dalam berbagai istilah seperti chilhood schizophrenia (Bleuer), sedangkan Margareth Mahler (1952) menyebutnya dengan symbiotic psychotic children dengan gejala-gejala tidak dapat mengembangkan self-object differentiation. Belakangan istilah psikosis cenderung dihilangkan dan dalam Diagnostic and Statistical Maunal of Mental Disorder edisi IV (DSM-IV) Autisme digolongkan sebagai gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental dis-orders), secara khas gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan keterampilan sosial dan bahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik.
Autisme atau autisme infantil (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner (untuk membedakan dengan sidrom Asperger atau autis Asperger). Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.

SUMBER :
Ginanjar Adriana S. 2007. Disertasi. Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik. Jakarta:Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hadis Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung:Alfabeta.
Maulana Mirza. 2007. Anak Autis. Yogyakarta:Kata Hati.
Safira Triantoro. 2005. Autisme: Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua, Jakarta:Garaha.
Simposium Sehari. 1997. Gangguan Perkembangan Pada Anak. Jakarta:Yayasan Autisma Indonesia
Tracy Vail dan Denise Freeman. 2006. Makalah. Verbal Behaviour Training Manual. The Mariposa School for Autistic Children, North Carolina.
Yayasan Autisma Indonesia. 1998. Pelatihan Tata Laksana Perilaku Pada Penyandang Autisme Masa Kanak. Jakarta.
Yusuf Elvi Andriani. 2007. Materi Perkuliahan Fakultas Psikologi. Autisme Masa Kanak. Sumatera