Laman

Selasa, 01 Juni 2010

Penyebab Encopresis

Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab anak mengalami encopresis. Meski begitu, kalau mau dirunut ada beberapa faktor yang "mengontribusi" terjadinya encopresis yaitu:
1. Stres
Anak mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan. Entah itu masalah di sekolah atau di rumah. Misalnya, masalah pelajaran yang terlalu berat atau lingkungan sekolah yang membuatnya tak nyaman. Permasalahan dengan orang tua, seperti merasa kurang diperhatikan atau kurang kasih sayang, juga dapat menjadi beban pikiran.
2. Kurang aktivitas fisik
Anak yang kurang melakukan aktivitas fisik berisiko mengalami encopresis. Sebaiknya di usia sekolah, dimana anak tengah bersemangat melakukan eksplorasi, ia diberi berbagai kegiatan. Tujuannya selain untuk mengantisipasi terjadinya encopresis, juga demi mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.
3. Selalu menahan BAB
Ada juga beberapa anak yang selalu menahan BAB. Alasannya beragam. Misalnya, anak terlalu asyik melakukan suatu kegiatan sehingga enggan pergi ke toilet. Namun karena rangsangan untuk BAB begitu kuat dan tak bisa ditahan lagi, akhirnya terjadilah encopresis.
Sebagian anak menahan BAB karena tak terbiasa menggunakan sarana umum, terutama toilet yang kurang bersih. Misalnya, kamar mandi di sekolah yang ternyata bau dan kotor yang bertolak belakang dengan toilet di rumah yang terjaga kebersihannya. Akhirnya dia memilih menahan BAB ketimbang harus memakai toilet sekolah. Saat si anak tak kuat lagi menahan, terjadilah encopresis. Syukur-syukur kalau ia berterus terang BAB di celana, karena biasanya mereka akan diam seribu basa. Baru ketahuan orang lain setelah tercium aromanya yang tak sedap.
4. Makanan/Minuman
Encopresis juga bisa dipicu oleh asupan makanan yang kurang baik yang menyebabkan gangguan di saluran pencernaan. Misalnya sering menyantap makanan berlemak tinggi, berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan soda juga bisa mencetuskan terjadinya encopresis.
5. Trauma
Contohnya, akibat sembelit atau kesulitan mengeluarkan tinja karena keras. Lama-kelamaan anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk menghindari rasa sakit itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB.
6. Obat-obatan
Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan terhambatnya pengeluaran kotoran. Misalnya, obat batuk yang mengandung zat seperti codein. Encopresis terjadi karena obat tersebut tak cocok atau dipakai dalam jangka panjang.
7. Kegagalan toilet training
Pengajaran atau pelatihan buang air (toilet training) yang dilakukan dengan memaksa anak, cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang BAB di celana lantas dimarahi orang tua.
sumber : http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan06270-02.htm

Belajar Membaca dengan Membangun Phonemic Awareness

Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya.
Fonologi berbeda dengan fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafazkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa.

5Phonemic awareness (kesadaran fonologis) adalah kesadaran anak bahwa ada bagian yang berbunyi dari kata-kata, dimana anak mampu mengolah bunyi-bunyi itu sehingga terbentuk suara dan kata yang diucapkan. Dalam pengajaran, kesadaran fonologis ini dikembangkan dengan cara melatih anak untuk bersajak, bermain kata, memecah-mecah kata serta mencampur huruf-huruf. Misalnya bunyi yang sama pada kata 'batu', 'satu', 'ratu' dapat menjadi pola pembelajaran dalam membangun kesadaran fonologis.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa anak yang memiliki kesadaran fonologis akan menunjukkan kemajuan pesat dalam belajar membaca. Apabila seorang anak dapat mendengar dan mengucapkan dengan baik bunyi-bunyian bahasa, maka ia akan dapat membaca dengan baik. Sebaliknya, ketika anak dapat membaca dengan baik, maka ia akan dapat mendengarkan dan mengucapkan bunyi-bunyian dengan baik pula. Semakin anak mahir mendengarkan dan mengucapkan bunyi-bunyian yang berbeda dalam bahasa, semakin mahir pula ia membedakan satu kata dari kata yang lain. Akhirnya, semakin pandai seorang anak membedakan satu kata dari kata yang lain, maka akan semakin mudah baginya untuk memahami kalimat yang sedang ia baca.

Contoh konkretnya, pembedaan kata 'saku' dan 'paku' akan memudahkan anak memahami kalimat 'Rudi mengambil paku dari saku celana'. Contoh yang lebih kompleks adalah dengan mampu membedakan kata 'bang' dengan 'bank', anak akan jauh lebih mudah memahami kalimat 'Bang Andi menabung di bank'.

Masih banyak hal lain yang penting diketahui mengenai phonemic awareness serta kaitannya dengan kemampuan baca anak. Hal-hal tersebut dapat Anda kuasai dengan mengikuti Workshop Phonemic Awareness yang akan segera LPTUI selenggarakan. Pada workshop ini, Anda juga akan diperkenalkan dengan berbagai metode dan teknik menyenangkan untuk mengajarkan kesadaran fonologis pada anak. Satu hal yang pasti, pengenalan kesadaran fonologis pada anak merupakan salah satu cara yang efektif meningkatkan kemampuan anak untuk membaca dengan baik dan benar, sekaligus meningkatkan minat baca mereka.

sumber : http://www.lptui.com/artikel.php?fl3nc=1¶m=c3VpZD0wMDAyMDAwMDAwYTImZmlkQ29udGFpbmVyPTY2&cmd=articleDetail

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA

Fungsi berbahasa merupakan proses paling kompleks di antara seluruh proses perkembangan. Kemampuan berbahasa bersama kemampuan perkembangan pemecahan masalah visio-motor merupakan petunjuk yang paling baik dari ada tidaknya gangguan intelegensia. Perkembangan bahasa memerlukan fungsi reseptif dan ekspretif. Fungsi reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian di lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata. Fungsi ekspretif adalah kemampuan anak mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi wajah atau mimik, gerakan tubuh, dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal.
Kemampuan berbahasa pada bayi baru lahir

Fungsi reseptif terlihat dengan adanya reaksi bayi terhadap suara dan mengenal bunyi. hal ini pada mulanya bersifat refleks. Kemudian ia memperhatikan respons berupa terdiam kalau mendengar suara, mengedip, atau seperti gerak terkejut. Fungsi ekspresif muncul berupa munculnya suara tenggorok misalnya bertahak, batuk dan menangis. Fungsi suara tenggorok berangsur menghilang umur 2 bulan, digantikan dengan suara “ooo-ooo”. Senyum sosial telah dapat dilihat pada umur 5 minggu dengan cara mengajaknya berbicara atau mengelus pipinya. Reaksi orientasi terhadap bunyi seperti respons motorik, mengedip atau gerakan seperti kaget merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.

Kemampuan berbahasa pada umur 2-21 bulan

Pada umur 2 bulan, bayi dapat mengeluarkan suara “ooo-ooo” dengan irama yang musikal. Pada umur 4 bulan, terdengar suara “agguuu-aguuu”. Padaumur 6 bulan terdengar anak dapat menggumam (babbling) seperti “mam-mam”. Pada umur 8 bulan dia dapat mengucapkan “dadada” lalu menjadi “dada” yang belum berarti, disusul “dada” yang diucapkan saat ia melihat ayahnya. “mama” akan muncul lebih belakang. ia dapat mengerti “tidak boleh!!” yang disertai suara nada tinggi pada umur 9 bulan. Pada umur 11 bulan ia dapat mengucapkan kata pertama yang benar, disusul kata kedua pada umur 1 tahun.

Reaksinya terhadap suara bel dapat digunakan untuk menguji kemampuan reseptif dan orientasi. Pada umur 5 bulan ia menoleh tetapi tidak menatap kepada suara. Umur 7 bulan menoleh dan menatap sumber suara. Umur 10 bulan ia mencari an menatap sumber suara. bel tidak dapat digunakan untuk menguji pendengaran dengan baik, hanya sebagai screening saja.

Kemampuan berbahasa 12-18 bulan

Antara 12-15 bulan terdengar munculnya kata-kata baru sebanyak 4-6 kata. Dapat terdengar pula immature jargoning yaitu anak berbicara dalam bahasa yang aneh, atau mencoba mengucapkan kalimat berupa suara yang tidak jelas artinya. Antara 16-17 bulan, ia sudah dapat menguasai 7-20 kata dan jargoning menjadi lebih matang yang ditandai munculnya kata yang benar diantara kata yang tidak benar pada usia 18 bulan, ia dapat mengucapkan kalimat pendek yang susunannya belum benar misalnya: “Joni minta”, “kasih joni”, “minta susu”.

Kemampuan berbahasa setelah 18 bulan

Pada umur 21 bulan, perbendaharaan kata mencapai 50 kata, dan ia dapat mengucapkan kalimat terdiri dari 2 kata. Ia sudah menggunakan kata “saya” atau “kamu” walaupun seringkali belum tepat. Pada umur 30 bulan, kata “saya” atau “kamu” sudah benar. Pada umur 3 tahun ia menguasai 250 kata dan dapat membentuk kalimat terdiri 3 kata. Pada umur 4 tahun ia mulai bertanya mengenai arti suatu kata, terutama yang abstrak. Ia dapat bercerita dan menggunakan kalimat terdiri dari 4-5 kata.

Tabel 2. Tahapan Perkembangan Bicara

Reseptif (pengertian)
Bereaksi terhadap suara lahir
Tersenyum sosial 5 minggu
Orientasi terhadap suara 4 bulan
Menoleh kepada suara bel 5-9 bulan
Mengerti perintah “Tidak boleh!” 8 bulan
Mengerti perintah ditambah mimik 11 bulan
Mengerti perintah tanpa mimik 14 bulan
Menunjuk 5 bagian badan yang disebutkan 17 bulan
Ekspretif (ucapan)
“Oooo-ooo” 6 minggu
“Guu,guuu” 3 bulan
“a-guuu, a-guuu” 4 bulan
Mengoceh 4-6 bulan
“Dadadada” (menggumam) 6 bulan
“Da-da, ma-ma” tanpa arti 8 bulan
“Dada, mama” dengan arti 10 bulan
Kata pertama selain mama 11 bulan
Kata kedua 12 bulan
Kata ketiga 13 bulan
4-6 kata 15 bulan
7-20 kata 17 bulan
Kalimat pendek 2 kata 21 bulan
50 kata 2 tahun
Kalimat terdiri dari 2 kata
250 kata 3 tahun
Kalimat terdiri dari 3 kata
Kalimat terdiri dari 4-5 kata 4 tahun
Bercerita
Menanyakan arti suatu kata
Menghitung sampai 20

sumber : Tudor M. Child development. Mc Graw-Hill Book Company, 1981.

Gangguan berbahasa campuran reseptif-ekspretif

Selain ciri gangguan bicara ekspretif, anak-anak ini juga mempunyai kesulitan mengartikan ucapan orang lain, terutama yang bersifat abstrak. Mereka sering salah mengartikan pertanyaan, komentar, atau cerita yang panjang. Kriteria diagnosis memerlukan intelegensi non-verbal yang normal.

prognosis kurang baik dibandingkan gangguan berbahasa ekspretif. Pada masa sekolah mereka akan tertinggal oleh teman sebayanya. Karena komprehensi kurang baik, dapat muncul gangguan atensi. Kira-kira 40-60% akan mengalami gangguan fonologi, sedangkan 50% mengalami gangguan membaca. Masalah bahasa, dikombinasi dengan kesulitan membaca atau atensi akan menyebabkan lingkaran setan kemampuan akademik yang kurang, rasa percaya diri yang rendah, motivasi yang rendah dan isolasi sosial pada 70% kasus.

Mereka akan dapat berbicara, tetapi terlambat dibandingkan anak sebayanya. Pada masa dewasa, kemampuan bicara cukup untuk komunikasi sehari-hari, tetapi mereka tetap menunjukan kesulitan bila harus mengartikan atau menceritakan suatu masalah yang kompleks

sumber : Tudor M. Child development. Mc Graw-Hill Book Company, 1981.

Gangguan bicara ekspresif / Expressive Language Disordes

Gangguan bicara ekspresif / Expressive Language Disordes

Anak-anak ini mempunyai kepandaian, pendengaran, kemampuan komprehensi, dan emosi yang normal. Keadaan ini disebabkan gangguan fungsi otak, yang tidak mampu menerjemahkan gagasan kepada bicara. Anak dapat menggunakan mimik untuk menyatakan kehendak.

Keadaan in sulit dibedakan dengan developmental lenguage delay.Anak mengalami kesulitan mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan maksudnya dengan ucapan yang benar. Perbendaharaan kata terbatas, kalimat pendek, tidak lengkap dan tata bahasa kacau, cerita dan kejadian disampaikan secara tidak terorganisasi. Untuk menegakan diagnosis, perlu uji kemampuan bicara atau intelegensi non-verbal.

Sebanyak 50-80% di antara anak-anak ini akan mencapai kemampuan berbicara yang normal sebelum umur sekolah. Prognosis kurang baik bila gangguan berbicara ekspretif menetap sampai umur sekolah. Anak-anak ini dapat menunjukan gangguan lainnya misalnya gangguan membaca dan gangguan pemusatan perhatian. Kadang-kadang anak nampak normal, tetapi tetap mengalami kesulitan bila harus menceritakan suatu hal yang kompleks. Hambatan ini akan menurunkan prestasi akademik, menyebabkan gangguan personal-sosial dan menyebabkan timbulnya rasa rendah diri.

Berbeda dengan developmental language delay yang dapat sembuh sendiri, anak-anak ini tetap mengalami gangguan bila tidak dilakukan intervensi.

sumber : Tudor M. Child development. Mc Graw-Hill Book Company, 1981

CIRI-CIRI ANAK STRESS DAN DEPRESI

Berikut ini adalah beberapa ciri tingkah laku anak yang bermasalah dan mengalami stress dan depresi (Pusat Psikiatri Universitas Texas, 2007), yang dapat dengan mudah diketahui oleh orangtua yang dekat dengan anaknya:

- merasa tidak berguna, banyak mengeluh dan putus harapan
- merasa terabaikan, merasa bersalah tanpa sebab
- bersedih berkepanjangan
- menangis tiba-tiba
- mudah tersinggung
- mogok beraktivitas
- malas mengingat secara rinci tentang sesuatu
- tiba-tiba tidak bernafsu makan, badan menjadi kurus
- tidur tidak teratur
- tiba-tiba berperilaku jorok (baik atas diri maupun lingkungan sekitar)
- bersikap tak-acuh, sembrono, dan cenderung merusak
- sesekali berkata ingin cepat meninggal atau mengakhiri hidup

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN REMAJA

Pada masa perkembangan remaja, terjadi perkembangan emosional, yang umumnya dapat terlihat seperti :

1. Merasa diri sudah dewasa dan ingin diperlakukan secara dewasa

2. Mencari identitas dirinya dan tokoh identifikasi yang dipandang tepat

3. Senang menyendiri

4. Menentang otoritas orang tua dan orang dewasa

5. Mulai menaruh perhatian pada lawan jenis

6. Mulai menampakan perasaan sentimentil

7. Solidaritas yang tinggi pada teman-teman

8. Antusias terhadap pengalaman-pengalaman yang baru.

Pada umumnya emosi remaja sudah bertambah matang, namun dalam hal ini emosi yang negatif. Remaja belum dapat mengontrolnya dengan baik, misalnya mudah marah dan tersinggung.

Sikap orang tua atau orang dewasa yang berdampak negatif terhadap perkembangan kepribadian anak :

1. Terlalu melindungi/Khawatir

2. Menuntut/ memaksakan otoritas

3. Perfeksionis

4. Membebani dengan tanggung jawab yang besar atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangan

5. Inkonsistensi, Ambivalen

6. Tidak adil atau membedakan anak

7. Memberikan hukuman tidak pada tempatnya

8. Memberikan kebebasan sepenuhnya tanpa pengarahan

9. Mengambil alih masalah anak dengan alasan kasihan

Akibatnya :

- Reaksi spontan (agresif, memberontak)

- Reaksi terselubung (menarik diri dari pergaulan, introvert)

sumber :http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/08/sebenarnya-aku-tak-akan-bunuh-diri-jikathe-scene-behind/

Penyebab Bunuk Diri Pada Anak

Kasus-kasus bunuh diri pada anak semakin banyak dari hari-kehari. Kasus pertama yang mencuat di masyarakat yang saya ingat adalah kasus Heryanto (12 tahun), siswa kelas VI SD di Garut Jawa Barat, yang mencoba bunuh diri pada tahun 2004 karena malu tidak mampu membayar uang keterampilan sebesar Rp. 2.500,-. Kasus-kasus lain, tidak tertutup kemungkinan, banyak terjadi sebelum kasus Heryanto, tetapi tidak banyak terekspos oleh Media. Kasus yang terbaru mengenai percobaan bunuh diri pada anak yang terekspos media adalah kasus seorang anak yang bernama Heri Setiawan, 12 tahun, yang disinyalir sering melihat tayangan Master Limbad yang kemudian ditemukan tergantung di ranjang tingkat (12/09). Akan tetapi kasus ini masih jadi perdebatan pihak Komnas Perlindungan Anak dan KPI.

Di sisi lain, Limbad membantah menjadi penyebab kematian penggemarnya tersebut. Karena menurutnya yang patut disalahkan adalah orang tua yang tidak dapat menjaga anaknya

FAKTOR PENYEBAB

Menurut Sekretaris Jenderal Komnas PA, Arist Merdeka Sirait.pada suatu wawancara menyebutkan bahwa anak akan meniru dan merasakan apa yang ia lihat dalam tayangan televisi. Seperti contoh kasus yang pernah terjadi ketika maraknya tayangan “Smack Down” di salah satu televisi swasta. Sebanyak 32 anak jadi korban karena meniru adegan itu. Sekarang ada adegan kekerasan Limbad dan kembali makan korban.Menurutnya juga, bahwa anak berpikir seolah-olah adegan itu patut dilakukan. Kasus bunuh diri juga meniru adegan di televisi. Menonton tayangan-tayangan remaja, lalu lakukan perkosaan,”

Komnas PA juga menyebutkan bahwa berdasarkan penelitian dari tahun 2006 hingga akhir 2009, terungkap sebanyak 68 persen tayangan di 13 stasiun televisi yang menjurus pada tayangan produksi lokal yang mayoritas mengandung kekerasan.

Dalam Media Indonesia Online edisi 17 Juni 2004 disebutkan salah satu penyebab anak nekat bunuh diri karena meniru tayangan televisi. Perilaku meniru tayangan televisi disertai tekanan batin dan kurangnya perhatian menjadi faktor penyebab anak-anak cenderung nekad bunuh diri.

Seorang ahli Psikologi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Dr Mohammad Chotib menyebutkan tayangan televisi memang bukan faktor utama tetapi sangat memegang peranan penting sehingga anak-anak selalu meniru jika dalam kondiei tertekan. Kuncoro dan Suprawimbardi dari Psikologi Pendidikan UGM dan Mujiran dosen Psikologi Univ. Negeri Padang menyebutkan hal yang sama. Televisi sering kali menayangkan korban bunuh diri secara jelas. Menurut Kuncoro, faktor penyebab bunuh diri pada anak itu karena dipengaruhi modeling (ada model yang ditiru) dan kurangnya perhatian orang tua. Mujiran menambahkan bahwa faktor kerapuhan emosional anak juga mempengaruhi. Mereka terinspirasi tayangan di media elektronik yang menginternalisasi pola pikiran anak. Chotib menyebutkan bahwa cara berpikir anak masih lugu, mereka hanya bisa melihat, mendengar, tanpa mempertimbangkan dampaknya.

Menurut Kepala bagian Ilmu kedokteran Jiwa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Warih Andan P dalam Antaranews.com (7/01) bahwa sebagian besar orang yang melakukan bunuh diri akibat depresi dan tidak mampu beradaptasi dengan stressor.
“Depresi merupakan perubahan alam perasaan, tanda-tandanya antara lain sedih berlebihan, minat terhadap apa pun menurun, energi berkurang, lemas, dan malas,” katanya pada diskusi fenomena bunuh diri di Indonesia dan penyebabnya.
Ia mengatakan pelaku bunuh diri berusia antara 15-35 tahun dan lanjut usia (lansia). Pada usia 15-35 tahun sebagian besar pelaku bunuh diri adalah remaja.
“Banyak stressor atau hal-hal yang dapat menimbulkan stres pada remaja. Misalnya, timbul perasaan rendah diri karena tidak memiliki handphone seperti teman-temannya, atau diejek teman-temannya yang kemudian menyebabkan depresi,” katanya.
Ia mengatakan stressor akan ada sepanjang hidup, sehingga gangguan jiwa maupun bunuh diri tidak bisa dicegah dengan menghilangkan stressor.
Namun, kata dia, bunuh diri dapat dicegah dengan membuat orang memiliki kepribadian yang matang atau kuat. Kepribadian yang matang, menurut dia bisa dimulai sejak kecil atau anak-anak. Anak-anak merupakan bakal awal sehingga lingkungan berpengaruh dalam menentukan kepribadian seseorang. Ia mengatakan jika dari kecil selalu melihat orang yang melampiaskan kemarahan dengan membanting barang-barang di sekitarnya, maka dia juga akan belajar melakukan hal yang sama.

Pusat Psikiatri Universitas Texas (2007) dan sumber lain menyebutkan faktor-faktor penyebab bunuh diri pada anak usia belasan tahun, antara lain:

-Masalah orangtua (broken home)
-Kekerasan dalam keluarga
-Dipermalukan teman di sekolah dan tempat bermain (bullying, pelecehan)
-Masalah ekonomi keluarga
-Diabaikan oleh keluarga dan teman
-Putus hubungan dengan kekasih
-Depresi

Disebutkan juga bahwa pendorong terjadinya tindakan bunuh diri itu biasanya kombinasi dari beberapa faktor penyebab di atas.

Perilaku pelecehan, penindasan dan penghinaan yang diterima oleh anak dapat terjadi baik di dalam rumah maupun di lingkungan sekitarnya, seperti sekolah dan tempat bermain. Beban malu dan perasaan tertekan yang terus menerus akan mengarah pada kondisi stress dan depresi, yang akhirnya membuat sang anak merasa lebih baik mengakhiri hidupnya. Pikiran negatif yang timbul di dalam benak anak akan semakin parah bila tidak ada seseorang yang bisa dijadikan tempatnya mengadu dan berlindung.

sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/08/sebenarnya-aku-tak-akan-bunuh-diri-jikathe-scene-behind/

Depresi Pada Anak

DEFINISI

Depresi adalah perasaan sangat sedih, bisa disertai baru kehilangan atau peristiwa sedih lainnya namun kadarnya melebihi peristiwa tersebut dan berlangsung melebihi jangka waktu yang semestinya.

Kesedihan dan ketidakgembiraan adalah emosi manusia yang umum, terutama sekali reaksi terhadap keadaan bermasalah. Untuk anak, beberapa situasi bisa termasuk kematian orangtua, perceraian, seorang teman pindah rumah, kesulitan menyesuaikan diri di sekolah, dan kesulitan berteman. Kadangkala, meskipun, perasaan sedih melebihi ukuran peristiwa atau berlangsung lebih lama dibandingkan yang diharapkan. Pada kasus lain, terutama sekali ketika perasaan negatif disebabkan kesulitan fungsi dari hari ke hari, anak bisa mengalami depresi. Seperti orang dewasa, beberapa anak menjadi tertekan bahkan tanpa peristiwa hidup yang tidak menggembirakan. Hal ini lebih sering terjadi jika ada riwayat keluarga mengalami gangguan kejiwaan.
PENYEBAB

Depresi terjadi pada 1 hingga 2 % anak dan sebanyak 8% pada remaja. Dokter tidak mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan depresi, tetapi kelainan kimia pada otak kemungkinan berpengaruh. Beberapa depresi cenderung menurun. Faktor kombinasi, baik pengalaman hidup dan genetic vulnerability, nampak berpengaruh. Kadangkala, gangguan kesehatan, seperti tiroid tidak aktif, adalah penyebabnya.
GEJALA

Gejala-gejala depresi pada anak

* Perasaan sedih
* Lesu
* Menarik diri dari teman-teman dan keadaan sosial
* Mengurangi kapasitas kesenangan
* merasa tertolak dan tidak dikasihi
* Gangguan tidur, mimpi buruk
* Menyalahkan diri sendiri
* Kurang nafsu makan, kehilangan berat badan
* Berpikiran untuk bunuh diri
* Tidak mempunyai harga diri
* Protes dengan perubahan fisik
* Tidak naik kelas



Gejala-gejala depresi pada anak berhubungan dengan perasaan sedih berlebihan, perasaan sangat tidak berharga, dan perasaan bersalah. Anak tersebut kehilangan minat pada aktifitas yang secara normal memberikan kesenangan, seperti bermain sambil berolah raga, menonton televisi, memainkan video games, atau bermain dengan teman-teman. Nafsu makan bisa naik atau turun, seringkali membuat perubahan berat badan yang signifikan. Tidur biasanya terganggu, dengan insomnia manapun atau tidur berlebihan. Anak yang depresi seringkali tidak energik atau aktif secara fisik. Meskipun begitu, terutama sekali pada anak yang lebih kecil, depresi kadangkala disembunyikan oleh gejala bertentangan nampaknya, seperti overaktif dan agresif, perilaku anti sosial. Gejala biasanya berhubungan dengan kemampuan anak untuk berpikir dan konsentrasi, dan tugas sekolah biasanya membuat menderita. Berpikir untuk bunuh diri, fantasi, dan mencoba sering terjadi. Dokter harus selalu menilai resiko bunuh diri pada depresi anak.
DIAGNOSA

Untuk mendiagnosa depresi, seorang dokter mendasari pada beberapa sumber informasi, termasuk wawancara dengan anak atau remaja tersebut dan informasi dari orangtua dan para guru. Kadangkala, susunan pertanyaan membantu membedakan depresi dari reaksi normal kepada situasi yang menyedihkan. Seorang dokter berusaha untuk menemukan apakah keluarga atau stress social bisa mempercepat depresi dan juga menentukan apakah gangguan fisik, seperti tiroid underactive, adalah penyebabnya.
PENGOBATAN

Demikian halnya dengan orang dewasa, terdapat cakupan luas pada keparahan depresi, dan pengobatan intensif bergantung pada beratnya gejala-gejala tersebut.

Obat-obatan antidepresan memperbaiki ketidakseimbangan kimia di dalam otak. Serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), seperti fluoxetine, sertraline, dan paroxetine, adalah obat-obatan yang paling umum diberikan untuk anak dan remaja yang depresi. Antidepresan tricyclic, seperti imipramine , sangat tidak efektif pada anak-anak dibandingkan remaja dan memiliki lebih banyak efek samping sehingga jarang digunakan pada anak-anak.

Pengobatan depresi membutuhkan lebih daripada terapi obat-obatan. Psikoterapi individu, terapi kelompok, dan terapi keluarga semuanya bisa bermanfaat. Anak yang mencoba bunuh diri harus di rawat dirumah sakit, biasanya dipulangkan sampai mereka tidak lagi beresiko pada dirinya sendiri.

sumber : http://medicastore.com/penyakit/3054/Depresi_Pada_Anak.html

penyebab phobia sekolah pada anak

Perlu kita ketahui bahwa phobia sering disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan dan budaya. Perubahan-perubahan yang terjadi diberbagai bidang sering tidak seiring dengan laju perubahan yang terjadi di masyarakat, seperti dinamika dan mobilisasi sosial yang sangat cepat naiknya, antara lain pengaruh pembangunan dalam segala bidang dan pengaruh modernisasi, globalisasi, serta kemajuan dalam era informasi. Dalam kenyataannya perubahan-perubahan yang terjadi ini masih terlalu sedikit menjamah anak-anak sampai remaja. Seharusnya kualitas perubahan anak-anak melalui proses bertumbuh dan berkembangnya harus diperhatikan sejak dini khususnya ketika masih dalam periode pembentukan (formative period) tipe kepribadian dasar (basic personality type). Ini untuk memperoleh generasi penerus yang berkualitas.

Berbagai ciri kepribadian/karakterologis perlu mendapat perhatian khusus bagaimana lingkungan hidup memungkinkan terjadinya proses pertumbuhan yang baik dan bagaimana lingkungan hidup dengan sumber rangsangannya memberikan yang terbaik bagi perkembangan anak, khususnya dalam keluarga.

Berbagai hal yang berhubungan dengan tugas, kewajiban, peranan orang tua, meliputi tokoh ibu dan ayah terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, masih sering kabur, samar-samar. Sampai saat ini masih belum jelas mengenai ciri khusus pola asuh (rearing practice) yang ideal bagi anak. Seperti umur berapa seorang anak sebaiknya mulai diajarkan membaca, menulis, sesuai dengan kematangan secara umum dan tidak memaksakan. Tujuan mendidik, menumbuhkan dan memperkembangkan anak adalah agar ketika dewasa dapat menunjukan adanya gambaran dan kualitas kepribadian yang matang (mature, wel-integrated) dan produktif baik bagi dirinya, keluarga maupun seluruh masyarakat. Peranan dan tanggung jawab orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah teramat penting.

Lingkungan hidup meliputi rumah, sekolah dan lingkungan sosial, baik secara langsung maupun tak langsung mempengaruhi anak. Lingkungan merupakan sumber stimulasi yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak. Kita semua memahami bahwa sejak seorang anak dilahirkan, sejak saat itu ia peka terhadap berbagai rangsangan dari lingkungan hidupnya, baik dalam arti sempit dalam keluarga, maupun dalam arti luas dengan lingkungan alamnya, akan berpengaruh terhadap kehidupan psikis.

Pada kenyataannya, seringkali dalam keluarga dan lingkungan sekolah, yang seharusnya mendidik dan memberikan pengaruh yang baik pada anak malah sebaliknya terjadi tindak kekerasan pada anak (child abuse) baik fisik maupun psikis yang dilakukan orang orangtua di keluarga atau guru di sekolah. Ini menjadi ancaman serius bagi anak-anak. Kondisi tersebut harus segera diakhiri, sebab perlakuan kasar pada anak berakibat anak juga akan bersikap kasar saat dewasa dan tidak bisa memecahkan persoalan lewat dialog.

Saat ini memang belum ada studi khusus mengenai kekerasan pada anak di sekolah dan rumah tangga. Diperkirakan 50-60% orangtua melakukan child abuse dalam berbagai bentuk. Bentuk child abuse yang sering diterima anak, seperti dijewer, dipukul (deraan fisik) karena anaknya yang dinilai tidak berprestasi di sekolah, kata-kata kasar (bodoh, malas, kamu besok tidak bisa menjadi apa-apa) dan lain-lain. Ini sangat memprihatinkan.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pola pendidikan prasekolah bagi anak. Ini sangat penting, karena pendidikan prasekolah merupakan ajang stimulasi sosial dan mental pada usia dini lewat bermain dan berkawan. Namun, yang terjadi di hampir semua tempat, anak-anak dijadikan robot-robot kecil yang harus menuruti kata pendidiknya atau guru.

Pendidikan prasekolah (play group dan taman kanak-kanak) sering keliru memberikan kurikulum yang sesuai dengan usia anak. Pada umumnya lebih banyak memberi pelajaran membaca, menulis dan berhitung yang membuat anak-anak yang dipaksa belajar terlalu dini yang nanti berakibat anak menjadi school phobia.

Pakar psikologi yang juga Ketua Komisi Perlindungan Anak Dr. Seto Mulyadi, Spi, Msi atau dikenal Kak Seto mengatakan, kurikulum pelajaran yang dikembangkan di Indonesia sering tidak berpihak kepada perkembangan perilaku kecerdasan anak. Kurikulum terlalu padat dan cenderung dijejalkan kepada anak yang seharusnya bisa dirangsang kreatifitasnya sesuai potensi unggul yang dimilikinya. Perlu dipahami anak memiliki batas-batas perkembangan kecerdasan, sehingga kalau dipaksakan menerima suatu pelajaran yang tidak sesuai kreatifitasnya, maka bisa menimbulkan dampak buruk bagi si anak. Akibatnya anak bisa stress dan tidak bahagia.
Dunia anak adalah dunia bermain yang sangat indah baginya, oleh karena itu, dalam proses mendidik anak itu juga harus dilakukan secara bermain dengan santai dan akrab. Jangan mendidik anak-anak secara formal sebab itu bisa bertentangan perkembangan perilaku kecerdasan anak. Pada dasarnya semua anak itu adalah cerdas. Jika anak tidak pandai matematika tidak bisa dikatakan bodoh, tetapi ia cerdas di bidang lain seperti bermain musik karena memang potensi unggulnya di bidang itu. Dan ini bisa kita lihat mereka yang sukses itu adalah orang-orang yang cerdas di bidangnya masing-masing. Jadi sebenarnya anak itu bukan tidak cerdas, tetapi karena sistem pendidikan yang keliru kemudian berakibat pada school phobia pada anak-anak.


sumber : http://www.jawaban.com/index.php/relationship/detail/id/93/news/071213094248/limit/0/

Phobia Sekolah Pada Anak

Istilah "phobia" berasal dari kata "phobi" yang artinya ketakutan atau kecemasan yang sifatnya tidak rasional; yang dirasakan dan dialami oleh sesorang. Phobia merupakan suatu gangguan yang ditandai oleh ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu obyek atau situasi tertentu.

Phobia dapat dikelompokan secara garis besar dalam tiga bagian, yaitu :

1. Phobia sederhana atau spesifik (Phobia terhadap suatu obyek/keadaan tertentu) seperti pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, dan lain lain.

2. Phobia sosial (Phobia terhadap pemaparan situasi sosial) seperti takut jadi pusat perhatian, orang seperti ini senang menghindari tempat-tempat ramai.

3. Phobia kompleks (Phobia terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum/mall) orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah.
sumber :http://www.jawaban.com/index.php/relationship/detail/id/93/news/071213094248/limit/0/

TIPS BICARA DENGAN PENDERITA GAGAP

· Lihat dan dengarkan dengan cermat dan hati-hati, konsentrasilah saat anak mengatakan sesuatu daripada mempermaslahkan bagaimana dia berbicara
· Turunkan kecepatan bicara anda dan pastikan bahwa bahasa yang anda gunakan dimengerti olehnya, penekanan artikulasi diperingan
· Tetaplah perlahan ketika anda bicara
· Cobalah mempunyai waktu yang rutin selama sekolah atau di rumah, untuk mendiskusikan masa depan yang harus disiapkan anak anda
· Bicalah tentang kecepatan bicara anak anda, jika memang dia ingin membahasnya.
· Hindari penekanan bahwa ketidaklancaran bahasa adalah sesuatu yang salah dan memalukan
· Dengarkan dengan penuh perhatian, doronglah dalam susasan tidak meneganggkan sebisa mungkin di mana saja
· Tanyakan petunjuk yang benar pada terapis bicara dan bahasa.
· Tunggu dengan sabar hingga anak menyelesaikan bicara, terus jaga kontak mata.
· Bicaralah tentang gangguan ini secara terbuka tanpa harus mengganggua perasaannya, masalah ini bukanlah tabu untuk didiskusikan dengan anak. Anggota keluarga lainnya harus ikut mendukung dalam penanganan gangguan ini.
· Jangan takut untuk mengatakan, bahwa anda tidak mengerti apa yang diucapkannya, suruh anak mengulang bicaranya dengan pelan dan relaks.



HINDARI :

· Menarik perhatian pada anak kita yang gagap
· Membantu menyelesaikan kalimatnya
· Meniru mimik mereka
· Menyela atau menghentikan pembicaraannya
· Berkata untuk dia
· Menuntut mereka berbicara saat mereka tak ingin
· Terus menerus membuat situasi terburu-buru dia
· Mengatakan kepada mereka untuk mulai mengulangi lagi kalimatnya
· Saat mereka bicara, jangan menasehatkan dengan : bicara dipelankan, relaks atau ambil napas dalam.
· Mencoba menyuap mereka untuk berbicara yang berbeda, atau menghukum mereka ketika bicara salah
· Hindari kehilangan kontak mata – this can be a sign of boredom or impatience
· Bercerita masalah dia di depannya
· Membandingkan dia dengan anak lain
· Hindari membantu anak menyelesaikan kalimatnya atau melengkapi kata atau huruf yang tertinggal saat dia bicara.
sumber : http://speechclinic.wordpress.com/2009/04/25/bicara-gagap-stammeringstutering-pada-anak/

GEJALA KHAS GAGAP

GEJALA KHAS GAGAP
· Pengulangan bunyi (seperti., b-b-b-bola), silabus (seperti., ma-ma-makan), bagian dari kata (seperti., sepak-sepak-sepakbola), keseluruhan kata dan frase.
· Pemanjangan atau pemoloran dari bunyi, (seperti, k—–ucing)
· Hambatan dalam menyelesaikan kalimat, ragu-ragu dengan atau tanpa suara diantara kata.
· Bicara yang terjadi seperti menyembur, dimana anak mencoba mengawali dan meme;lihara suara.
· Perilaku dihubungkan : reaksi anggota tubuh yang berhubungan dengan gagap adalah gerakan otot bibir, rahang, leher atau lidah saat berbicara. Organ lain adalah mata, gerakan kaki, gerakan mata saat foot tapping. eye blinks, head turns, mencoba untuk keluar dari keluar bicara gagap. Terdapat banyak penyimpangan perilaku yang dihubungkan yang dapat terjadi dan pada setiap anak berbeda penampilannya. Perbedaan jenis bicara gagap tergantung dari situasi, patner komunikasi dan dalam kapasitas apa anak dalam berkomunikasi. Penderita gagap lebih sering mengalami kelancaran bicara bila berhadapan dengan terapis bicara, dibandingkan dengan di sekolah atau di lngkungan lainnya. Situasi berbeda lainnya biasanya anak tidak akan kesulitan dalam bicaranya dalam situasi makan malam di rumah, tetapi akan mengalami kesulitan bicara dalam makan malam di restoran. Percakapan lebih mudah dan lebih lancar bila berbicara dengan anak seusia lainnya bila dibandingkan dengan guru atau kepala sekolahh. Bila menanyikan lagu anak akan lebih lancar dibandingkan kalau anak berbicara di telepon.
· Perasann yang lepas dari kendali. Amak yang berbicara gagap biasanya mempunyai pengalaman takut terhadap suara atau kata tertentu, situasi yang menakutkan, embarrassment, atau perasaan malu yang berlebihan. and a sense of shame. Certain sounds or words may be avoided. Satu kata mungkin dapat diganti kata lainnya bila ditemukan kesulitan dalam mengungkapkan kata tersebut
SUMBER : http://speechclinic.wordpress.com/2009/04/25/bicara-gagap-stammeringstutering-pada-anak/

Penyebab GAGAP

Selama ini penderita gagap sering dikaitkan dengan keadaan gugup, tegang atau gelisah padahal gejala itu sebenarnya sudah ditentukan sejak lahir. Peneliti berhasil memecahkan misteri penyebab penyakit gagap yang ternyata merupakan penyakit turunan.

Tiga gen yang menyebabkan seseorang berbicara gagap berhasil ditemukan peneliti. Temuan itu memungkinkan pengembangan obat baru yang bisa mematikan gen tersebut. Sekitar satu persen dari populasi dunia diketahui mengalami gagap dalam hidupnya.

Studi yang dipimpin peneliti Amerika dari the National Institute on Deafness and Other Communication Disorders (NIDCD) menemukan tiga gen tersebut dari penderita gagap di Pakistan, Amerika dan Inggris.

Selama beratus-ratus tahun, penyebab gagap telah menjadi misteri di kalangan peneliti dan pakar kesehatan. Tapi dengan adanya penemuan gen ini peneliti yakin bisa menyembuhkan penderita gagap dengan lebih baik.

“Ini adalah pertama kalinya gen penyebab gagap ditemukan. Dengan adanya temuan gen ini, tiga juta orang Amerika yang menderita gagap bisa disembuhkan,” kata Dr James Battey, direktur the NIDCD seperti dilansir Telegraph, Jumat (12/2/2010).

Gagap adalah penyakit kelainan berbicara dimana seseorang selalu mengulang atau memperpanjang kata-kata sehingga mengganggu pengucapan kalimat. Penyakit gagap bisa mengganggu kualitas hidup seseorang.

Peneliti baru sadar penyakit gagap merupakan penyakit turunan karena mengetahui banyak penderitanya yang berasal dari satu keluarga. Biasanya anak-anak yang menderita gagap sejak kecil, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang gagap juga.

Hasil analisa gen 123 orang gagap asal Pakistan, 270 asal Amerika dan 276 asal Inggris menunjukkan ada tiga jenis mutasi gen yang menyebabkan seseorang berbicara terbata-bata.

Gen tersebut juga berhubungan dengan beberapa penyakit metabolik, tapi kini peneliti sudah tahu cara menonaktifkan gen tersebut. Sebuah teknik yang bisa mematikan aktivitas tiga gen tersebut sebentar lagi akan hadir dan penderita gagap bisa disembuhkan tanpa perlu melakukan terapi yang kurang efektif.

Terapi yang dilakukan penderita gagap umumnya difokuskan untuk menghilangkan perasaan gelisah, mengatur pernafasan dan meningkatkan kecepatan berbicara menggunakan alat elektronik khusus.
SUMBER : http://malindofm.com/misteri-penyebab-gagap-berhasil-ditemukan

Definisi GAGAP

Gagap adalah suatu gangguan bicara di mana aliran bicara terganggu tanpa disadari oleh pengulangan dan pemanjangan suara, suku kata, kata, atau frasa; serta jeda atau hambatan tak disadari yang mengakibatkan gagalnya produksi suara. Umumnya, gagap bukan disebabkan oleh proses fisik produksi suara (lihat gangguan suara) atau proses penerjemahan pikiran menjadi kata (lihat disleksia). Gagap juga tak berhubungan dengan tingkat kecerdasan seseorang. Di luar kegagapannya, orang yang gagap umumnya normal.

Gangguan ini juga bersifat variabel, yang berarti bahwa pada situasi tertentu, seperti berbicara melalui telpon, tingkat kegagapan dapat meningkat atau menurun. Walaupun penyebab utama gagap tidak diketahui, faktor genetik dan neurofisiologi diduga berperan atas timbulnya gangguan ini. Banyak teknik terapi bicara yang dapat meningkatkan kefasihan bicara pada beberapa orang.

Salah satu teknik terbaru dalam penyembuhan ini adalah dengan pijat syaraf bicara di sekitar wajah, mulut dan leher seseorang yang gagap. Seseorang yang gagap mempunyai kecenderungan untuk tidak berbicara dalam kesehariannya. Hal ini menyebabkan otot dan syaraf bicaranya menjadi kaku, sehingga mulut menjadi lebih sulit digerakkan.

Setelah otot dan syaraf gagap lentur karena dipijat, barulah sang gagaap ini diberikan terapi bicara sesuai dengan usianya. Tentu saja terapi bicara bagi anak, berbeda dengan terapi bicara anak-anak. Bagi seseorang yang menderita gagap karena genetika, disarankan untuk selalu memijat syaraf ini setiap hari.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Gagap

DAMPAK ENURESIS

Anak yang mengalami enuresis sebenarnya tidak tahu mengapa dirinya ngompol. Jadi, biasanya dia akan malu bahkan merasa bersalah gara-gara tidak bisa buang air di tempat yang semestinya. Apalagi jika orang tua atau teman-teman meledek dan mengejeknya. Ia akan lebih malu dan ujung-ujungnya merasa sedih karena tidak mampu menahan pipisnya maupun menutupi "aib" yang menimpanya.

Oleh karena sering mengompol, anak akan menilai dirinya nakal. Mengapa bisa berdampak sampai ke situ? "Dalam diri anak, bukan masalah dirinya berguna atau tidak berguna, tetapi apakah dia sebagai anak bandel atau baik," kata Aya.

Jika peristiwa ngompol berlanjut hingga anak beranjak remaja dan dewasa, kemungkinan hal itu disebabkan gangguan medis. Bukankah seiring pertambahan usia seseorang, seharusnya dia juga bisa mengontrol dan mengatur suasana hatinya sehingga tidak tegang, cemas atau takut yang berlarut-larut. Dia pun semestinya sudah bisa mencari solusi dari kemelut yang dihadapinya.

Juga, apabila ketegangan emosi yang dialaminya tidak teratasi sampai anak dewasa, maka masalah yang dihadapinya akan lebih berat. Sedikit saja dia mengalami ketegangan sudah pasti akan ngompol.

Dampak lebih lanjut, anak akan menjalani hari-harinya dalam kondisi tegang, tidak percaya diri dan memunculkan konsep diri negatif dalam dirinya. "Dia akan mempersepsikan diri sebagai orang yang patut ditertawai karena sering ngompol," begitu Aya mencontohkan.

Karena selalu merasa tegang, maka dia juga akan mengalami masalah ketika bersosialisasi. Dia menjadi anak yang sulit bergaul, pendiam dan berusaha menutupi "kekurangannya" semata-mata karena takut diledek atau dicemooh.
sumber : http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05257-02.htm

FREKUENSI ENURESIS CUKUP TINGGI

FREKUENSI CUKUP TINGGI

Memang wajar bila ngompol terjadi di saat anak menangis atau menjerit karena ketakutan atau ketika melihat maupun mengalami sendiri pengalaman yang traumatik. Kondisi itu berbeda dari enuresis yang biasanya terjadi tidak dalam kondisi atau ekspresi menangis, tegang, panik, dan sebagainya tetapi tiba-tiba saja dan tanpa disadari.
frekuensi enuresis cukup sering, yaitu sekitar dua kali dalam seminggu. Peristiwa ngompol itu terus berulang sampai beberapa minggu atau berbulan-bulan lamanya. Sementara ngompol sesekali dalam seminggu bisa jadi karena kelelahan, meski tetap mesti diwaspadai juga. Ini penting karena terjadinya enuresis bisa bervariasi tergantung pada kondisi yang menyebabkannya. Contohnya saat anak merasa dirinya sangat tertekan, dia akan ngompol terus-menerus setiap hari.
Rata-rata anak mengalami enuresis di saat usia sekolah, yaitu mulai umur enam tahun. Pasalnya, di SD anak sudah mulai mendapatkan banyak tuntutan dan beban tugas sebagai anak sekolah. Belum lagi tuntutan dari lingkungan bahwa sebagai anak yang sudah duduk di bangku SD, ia tak boleh ngompol lagi. Itulah mengapa di usia balita, enuresi
justru jarang terjadi.
SUMBER : http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05257-02.htm

Penyebab Enuresis

KENAPA ENURESIS?

Dari situasi yang melingkupi enuresis jelaslah bahwa masalah ini berkaitan dengan masalah psikologis anak. Misalnya, anak mengalami gangguan emosi dan perasaan yang beraneka ragam seperti takut, tegang, atau sedih yang mendalam. Enuresis juga merupakan bentuk ekspresi dari perasaan yang terpendam, sebagai ungkapan kegelisahan atau karena mengalami trauma berkepanjangan. Enuresis juga bisa sebagai pertanda bahwa si anak membutuhkan perhatian dari lingkungannya.

Ngompol lantas terjadi sebagai manifestasi dari aktifnya metabolisme tubuh karena anak yang bersangkutan merasa tegang atau sedih tetapi tidak mampu mengekspresikan perasaannya.

Penyebab enuresis bermacam-macam. Menurut Pengajar di Unika Atma Jaya, Jakarta ini yang pasti sumber masalahnya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial anak, bisa dalam keluarga, di sekolah atau lainnya. Di lingkungan keluarga bisa karena kakek-nenek, orang tua, kakak atau adik. Misalnya karena sering ditinggal orang tuanya, selalu mendapat tekanan dari orang tua, atau merasa diperlakukan tidak adil dan berbeda dibandingkan perlakuan orang tua terhadap kakak atau adiknya.

Masalah di lingkungan sekolah bisa berkaitan dengan guru atau teman. Misalnya takut ke sekolah karena materi pelajaran yang dinilainya terlalu memberatkan, takut mendapat nilai jelek, atau takut dimarahi guru. Bisa juga karena bermasalah dengan teman-temannya, seperti selalu berselisih atau bermusuhan sehingga menjadi sangat tegang hingga akhirnya ngompol.
sumber : http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05257-02.htm

KENCING MALAM (ENURESIS)

Apakah Enuresis?
Enuresis ialah terma dalam perubatan untuk kencing malam. Ini adalah satu keadaan dimana kanak-kanak kencing tanpa disedari semasa tidur. Kebanyakan kanak-kanak berhenti kencing malam selepas berumur 5 atau 6 tahun tetapi ada juga kajian menunjukkkan yang 10%-15% daripada kanak-kanak yang berumur 5-12 tahun masih terus kencing malam walaupun mereka tiada masaalah dalam sistem buah pinggang. Kajian menunjukkan di Malaysia masih terdapat lebih kurang 6.2% daripada kanak-kanak yang berumur 7-12 tahun masih lagi kencing malam.
Enuresis adalah istilah yang digunakan untuk kebiasaan pengeluaran air seni tanpa terkendali (mengompol) pada anak-anak yang berusia lebih dari tiga tahun. Mengompol bisa terjadi pada saat tidur siang hari, namun pada umumnya terjadi pada saat tidur malam hari.

Biasanya, anak yang menderita enuresis menyadari bahwa dirinya basah oleh air seninya melalui mimpi seolah sedang buang air kecil di kamar mandi. Anak terbangun dan sudah mendapati pakaian tidurnya basah oleh air seninya sendiri. Mengompol bisa berulang dengan frekuensi 5-6 kali dalam satu minggu. Kejadian enuresis bisa bervariasi yang disebabkan oleh kebiasaan atau oleh kondisi tertentu, misalnya saat anak merasa dirinya sedang sangat tertekan.
sunber ; http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05257-02.htm

Akibat dari Encopresis

AKIBAT FISIK-PSIKIS
Anak yang mengalami encopresis akan mengalami berbagai masalah emosi, seperti rendah diri, tak mau bersosialisasi atau menarik diri dari pergaulan. Ia juga akan merasa malu, takut dicemooh, atau khawatir dimarahi. Belum lagi secara fisik, anak mengalami nyeri di bagian perut karena berusaha menahan BAB.
Akhirnya, kotoran yang harusnya dibuang tetapi tertahan di dalam perut. Dalam beberapa kasus encopresis menyebabkan infeksi pada salurah kemih karena kebiasaan menahan BAB. Ada juga yang mengalami gangguan iritasi kulit atau jamur karena kebersihan tak terjaga. Kalau sudah begitu, anak juga akan kehilangan nafsu makan sehingga rentan sakit.

sumber : http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan06270-02.htm

Terapi untuk Anak Encropesis

Penderita encopresis membutuhkan penanganan yang tepat dengan melakukan terapi. Menurut Rini prinsip terapinya adalah konseling atau edukasi pada anak mengenai BAB. Mereka dapat cepat memahami penjelasan yang diberikan mengingat kemampuan kognitif anak seusia ini sudah berkembang.
Salah satunya adalah terapi yang bisa dilakukan kalau anak selalu menahan BAB karena merasa jijik dan tak mau masuk ke kamar mandi umum:
* Tanamkan bahwa tidak semua kamar mandi umum/sekolah akan resik dan wangi sesuai dengan harapannya.
* Sebelum menggunakan toilet umum/sekolah, minta ia membersihkan dengan menyiramnya terlebih dahulu.
* Tak ada salahnya anak selalu dibekali tisu, masker, dan pengharum ruangan untuk lebih menyamankannya saat di toilet umum.
* Yang pasti, jangan beri anak pembalut untuk mengatasi encopresis-nya. Ini justru tak mendidik.
* Jika masalah psikologis anak tampak berat, sampai stres atau trauma misalnya, ada baiknya orang tua dan anak duduk bersama membahas permasalahan yang dihadapi. Jika perlu konsultasikan dengan psikolog.
* Terapkan pola makan yang baik dan teratur. Usahakan banyak mengonsumsi makanan berserat, sayuran, buah-buahan, serta susu. Kurangi konsumsi makanan berlemak tinggi, junk food, dan soft drink.
* Kepada anak yang selalu merasa nyeri saat mau BAB bisa diberikan obat-obatan untuk pengencer tinja. Namun, penggunaanya harus tetap berdasarkan rekomendasi dokter.
* Ajarkan untuk melakukan BAB secara teratur, misalnya pagi atau malam hari.
* Yang pasti, anak jangan disalahkan atau dicemooh kalau mengalami encopresis. Mestinya orang tua selalu mendukung dan membantu kesulitan anak.
sumber : http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan06270-02.htm

Encopresis

Encopresis, yaitu ketidakmampuan untuk mengendalikan atau menahan BAB tanpa ditemukannya kelainan atau penyakit. Kebanyakan gejala ini memang dialami oleh anak usia SD. "Ini sesuatu yang tak normal atau tak biasa," kata dokter dari Subbagian Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa sekitar 1,5 persen anak usia SD mengalami encopresis. Lebih rinci lagi, 2 persen dari jumlah tersebut adalah anak laki-laki usia 8 tahun. Sementara anak perempuan usia 8 tahun yang mengalami encopresis hanya 0,7 persen. Masih menurut survei, anak laki-laki lebih sering mengalami encopresis sekitar 3 kali lipat dibandingkan anak perempuan. Kenapa begitu? Selidik punya selidik ternyata anak perempuan memang lebih cepat menerapkan toilet training dibandingkan anak laki-laki.
Yang perlu diketahui juga, kejadian encopresis tak berkaitan sama sekali dengan faktor genetik, status sosial, atau status ekonomi. Jadi, siapa pun bisa mengalaminya. Pada beberapa kasus, encopresis dialami oleh anak yang hiperaktif dan ADHD.
Sumber : http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan06270-02.htm